Catatan Romli: Curhat Kongres PMII XIX Kota Palu
Oleh: FCQA
Tadinya, saya sudah merencanakan menulis catatan pengingat kesan-pesan kongres ini, di bangku pesawat. Tapi, karena pesawat yang saya naiki ini termasuk kelas borju, maka saya lupa, saya keasikan menonton LCD Mp3 dan Video Player didepan bangku pesawat. Inilah saya, jika dikasih yang agak enak, maka lunturlah plan-plan yang direncanakan.
Ada beberapa alasan yang mendasari saya untuk menulis ini, pertama, sebagai sharing pengalaman dengan sahabat-sahabat komisariat, yang mereka belum memiliki biaya atau kesempatan untuk ikut. Padahal, mereka juga sangat berperan dalam menjalankan hasil kongres. Namun, ya beginilah nasib yang dibawah, kadang-kadang dilupakan.
Kedua, sebagai pelajaran berharga saya dan hidup saya, yang kiranya mesti diabadikan dalam tulisan. Meskipun, tak sebagus berita-berita tren saat ini, seperti: berita pilkada DKI, berita bubarnya HTI, dan sebagainya. Ketiga, untuk menganalisa sejauh mana saya belajar dalam memahami situasi-kondisi kongres PMII yang menjadi salah-satu organisasi mahasiswa ekstra kampus terbanyak seindonesia. Keempat, hasil kesyukuran saya pada Allah SWT sehingga Dia menyelamatkan saya menuju ke tempat kongres, di sulawesi tengah. Sekaligus rasa terimakasih pada para senior yang sudah mendorong dan mengijinkan untuk berangkat.
Menurut kaum empiris yang dipelopori oleh John Locke sekitar abad 16, mengatakan bahwa kebenaran tertinggi ialah apa yang dinamakan "pengalaman". Pengalaman yang dimaksud adalah pencerapan dari Indriawiyah lalu masuk ke akal. Kemudian ia menimbulkan sesuatu, baik yang sederhana atau yang rumit. Berangkat dari teori ini (meskipun saya bukan seorang empiris) pula saya akan menulis pengingat-pengingat yang saya alami ketika ada di Kongres PMII XIX.
Ada 3 Hal yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini, pertama, tentang keyakinan. Kedua, tentang Mahasiswa dan Idealisme. Ketiga, kesulitan materil para aktifis PMII.
1. Keyakinan
Keyakinan yang saya maksud terbagi menjadi dua. Keyakinan dengan PMII dan keyakinan dengan Tuhan sang Maha Pencipta Semesta.
Keyakinan dengan PMII ini sebetulnya telah mulai kita temukan saat setelah MAPABA. MAPABA lah yang menjadikan kita yakin bahwa PMII adalah organisasi yang benar dan baik untuk dijadikan tempat mengasah intelektualitas dan pengalaman berorganisasi, sehingga anggota yang baru selesai MAPABA dinamakan Anggota "Mu'taqid" saya mengartikannya sebagai orang yang yakin. Selanjutnya, ketika saya bisa naik pesawat dengan membawa uang "serarus lima puluh ribu rupiah" inipun hasil meminta dari para pengurus cabang. Tak pernah pula saya menyangka, akan mampu pergi keluar pulau, dan memang tak pernah terbayangkan sebelumnya karena keterbatasan saya untuk membayangkan kearah sana.
Keyakinan dengan Tuhan memang telah ada pada setiap manusia, meskipun manusia itu mengklaim bahwa dirinya tak bertuhan. Selayaknya Tuhan memang ada dalam setiap dada manusia yang terdalam, keadaanNya dekat, sangat dekat seperti urat yang ada dileher. mengakui adanya Tuhan berarti pula mengakui fitrah manusia yang tak bisa hidup sendiri. Keberangkatan saya menuju tempat kongres PMII XIX ini dengan menaiki pesawat. Saya melihat ketika lepas-landasnya pesawat, betapa besar kekuasaan Tuhan. Tidak mungkin alam ini tidak tercipta atau tidak bermula dan tidak berakhir. Dalam logika saya, sesuatu yang besar, pasti digerakkan dengan sesuatu yang lebih besar lagi. Dari dalam kaca pesawat, saya melihat gumpalan awan bak bangunan yang tak berinsinyur namun begitu indah. Laut begitu jelas terlihat dari atas. Disamping itu, saya merasakan hal yang mungkin agak mengerikan, saya berfikir bagaimana jika pesawat ini kecelakaan seperri yang ada di media-media? Disini saya hanya yakin bahwa Tuhan akan menyelamatkan saya, dengan mendoa dan sebagainya. Dan memang terbukti akhirnya saya mampu diselamatkan dalam perjalanan, menuju kota palu. Kota yang dikelilingi bukit dan ditengahnya terdapat lautan. Bentuknya seperti bulan sabit, atau letter U. Itulah hal-hal yang membuat saya yakin bahwa PMII adalah Organisasi yang tepat, dan Tuhan memang pemilik alam-semesta ini.
2. Mahasiswa dan Idealisme
Mahasiswa secara sederhana adalah individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Selama ia belajar disana, ia akan tetap mahasiswa. Meskipun dalam praktiknya ada terminologi baru, bernama "Mahasiswa Abadi". Mungkin ini semacan cemoohan untuk mahasiswa yang terlampau lama ada didalam kampus (semester 10-seterusnya). Tapi, hari ini peraturan telah berubah, pemerintah menyatakan bahwa siapa saja yang lulusnya terlampau lama melewati batas 4 setengah tahun, maka ia dinyatakan gugur dan harus diulang perjalanan akademiknya.
Dari abad ke 18, Mahasiswa telah membuktikan, mampu merevolusi keadaan. Dari keadaan yang tak layak menjadi layak. Apalagi dikancah Nasional, terbukti dengan Lahirnya Budi Utomo dan Sumpah Pemuda, yang beberapa inisiatornya adalah orang-orang yang bertitel mahasiswa. Sebut saja Bung Karno, Bung Hatta, dll. Mereka adalah orang-orang yang berjasa dan ikhlas mempertaruhkan seluruh jiwanya untuk banyak orang, khususnya orang Indonesia yang pada waktu itu dalam keadaan terjajah. Lalu tumbangnya orde lama, pun juga tak lepas dari campur tangan Mahasiswa. Sampai pada Reformasi, tahun 1998 yang berhasil menumbangkan Pak Suharto. Setelah itu, kemudian mahasiswa mulai menduduki bangku-bangku kekuasaan, yang memang orientasi Pasca-reformasi adalah: "Mengorganisir diri, Untuk Menjadi Rezim". Namun, saya tidak takut, siapa saja mahasiswa yang memegang prinsip Politik dengan yang diajarkan politisi atau pakar Negara ulung, mereka takan terjerumus kearah merugikan banyak orang. Sebut saja teori Politik Aristoteles yang mendasari Politiknya dengan Etika, sebuah prinsip dari banyak prinsip yang tujuannya memanusiakan-manusia. Teori Thomas Hobbes, Montesqieu, John Locke, pada dasarnya bertujuan untuk bagaimana caranya kehidupan manusia lebih tertata rapih, sejahtera dan berkeadilan.
Jika bicara Mahasiswa, pasti terbayang dengan orang-orang yang bicaranya ideal, fikirannya Ideal, hatinya Ideal. Meskipun seringkali jika merogoh kantong menjadi "mual", karena saking bingungnya mencari untuk beli makan pada siapa lagi. Jadilah, muncul mahasiswa-mahasiswa lapar yang suka mencari kasihani kepada para pejabat. Ya, mereka melacurkan Idealismenya. Itu semua memang ada dalam sejarah dan kenyataan.
Dalam konteks, situasi Kongres, ternyata saya baru mengetahui bahwa seideal apapun berpolitik: tetap butuh Ongkos. Dari beberapa calon saya yakin banyak yang memiliki Idealisme, namun, tetap saja perlu memberi ongkos para pendukung. Walaupun memang ada calon-calon yang mengandalkan senjata materi untuk kemenangannya. Saya rasa, silahkan saja mereka begitu; lagi pula saya ini cuma "Rombongan Liar". Kecipratan sedikit saja kan lumayan. Ada pula saat saya menghadiri Kongres, sahabat-sahabat dari luar pulau jawa yang tidak suka pada kepemimpinan PB yang baru saja demisioner; saya mewajarkan hal ini, karena sebagus apapun pemimpin, pasti saja ada yang tidak suka. Namun yang perlu diperhatikan adalah, proses mengkritisi ini bersifat Objektif atau Subjektif? Kalau memang Objektif maka kita perlu mendengarkan dan menampung kritik itu, kalau subjektif anggap saja angin berlalu. Dalam situasi Kongres: sulit berprinsip Idealis. Saya pula bingung, mengapa PMII menjadi Kaum Realis, atau bahkan Materialis. Sekali lagi saya tidak menunjuk siapa. Tapi itu yang saya lihat. Atau bisa saja saya yang salah menceritakan ini semua. Tapi, tak ada larangan untuk menulis! Semoga semua hanya perasaan saya belaka. Amin.
3. Kesulitan Materil Aktifis PMII
Saya kira, ini memang bukan hal yang tabu atau bukan pula untuk menjatuhkan gengsi. Siapapun yang pernah terjun kedunia Aktifis; pasti merasakan yang namanya kesulitan materil. Makan susah, tidur dari tempat sewaan ke sewaan rumah yang lain. Ya inipula yang saya rasakan ketika Kongres. Tidur dari wisma yang satu, pindah ke rumah sewaan. Itu bukan hal yang menyedihkan buat saya, hanya saja menyulitkan! Di muka telah dibuka bahwa saya hanya membawa uang seratus lima puluh ribu rupiah, untuk jarak perjalanan jabar menuju sulteng dan waktu hidup 11 hari, mana mungkin ini Logis! Dan semuanya saya nikmati dengan sepenuh-hati: baik suka atau dukanya, dan sedih atau senangnya.
Hal-hal tertulis diatas adalah riil pengalaman, bukan untuk menjelekan. Mungkin jika ada hal yang dianggap kurang menyenangkan dalam kalimat saya, saya mohon maaf. Tak ada larangan untuk menulis, apalagi menulis tentang kebenaran. Semoga kita semua mampu datang ke acara hajat Nasional PMII yang diadakan setiap 2 tahun sekali dalam hitungan ideal.
Salam Pergerakan!
Jangan Berhenti Belajar!
Salam Ta'zhim
Bekasi, 26-29 Mei 2017
0 Comments