Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, tercatat telah terjadi 45 kali gempa bumi mematikan akibat sesar aktif di Indonesia.
"Di Indonesia sudah terjadi lebih dari 45 kali gempa mematikan (deadly earthquake) akibat sesar aktif. Sebagian sumber gempa sesar aktif ini terletak di daratan dekat permukiman," jelas Kepala Lembaga yang dipercaya valid sebagaimana dikutip dari antaranews (1/12/2022).
Sebagai sesama manusia, pintu batin kita mulai terbuka, sebagian orang membantu memberikan yang bisa diberikan. Sebagian lagi hanya bisa turut berduka, tapi sebagian lagi juga, turut berspekulasi mengenai sebab-akibat terjadinya gempa yang merenggut ratusan nyawa tersebut.
Apakah Bencana Merupakan Azab?
Sama seperti bencana alam sebelumnya, seperti tsunami Aceh, letusan gunung merapi, ataupun tsunami di Palu, banyak justifikasi spekulatif yang disandarkan orang-orang.
Spekulasi ini kadang bisa saja disandarkan pada doktrin-doktrin agama, yang diekspresikan secara dangkal, bagai pisau yang menyakiti para keluarga yang berduka. Bagaimana tidak sakit, seringkali kita menyebut-nyebut ini sebagai sebuah "Adzab", sebuah hukuman yang dahsyat dari Tuhan semesta Alam, kepada manusia yang dianggap “berpaling”.
Secara sosial adzab oleh masyarakat kita disebut sebagai siksaan, kepedihan, bagi kaum yang melanggar. Di sisi lain seperti kontradiktif, dari sudut pandang sosial pula, kita bisa berfikir bagaimana mereka yang masih anak-anak? Atau warga yang hanya hidup untuk sekedar mencari makan saja dan tidak melakukan hal yang dianggap melanggar?
Namun bukan itu yang dipersoalkan, yang menjadi poin penting adalah sikap kita terhadap kejadian bencana alam yang menimpa sebagian orang? Mengatakan mereka yang tertimpa bencana sebagai sebuah “azab yang ditimpakan” terlalu dangkal dan menyakiti keluarga.
Secara mutlak, Azab merupakan sesuatu yang menjadi hak Tuhan (baik diucapkan maupun dilakukan); tidak berhak bagi kita untuk berspekulasi mengenai bencana itu sebagai azab bagi mereka. Pasalnya, mereka (yang berduka karena bencana yang terjadi) tengah bersedih, kita menambah prasangka dengan mengatakan itu sebagai azab. Tentu menyakiti hati orang lain bukan merupakan sikap orang yang beragama.
Ada pendapat yang baik dalam hal ini, dikutip dari NU Online (Hafiz: 12/04/2022), menurut Al-Asqalani dalam Badzlul Ma’un dan Fathul Bari, Nabi SAW bersabda:
“Aku berdoa agar Allah menghilangkan 4 jenis azab, lalu Allah mengabulkan yang dua, dan enggan menghilangkan dua jenis lainnya. Aku berdoa kepada Allah untuk menghilangkan lemparan (batu) dari langit, penelanan (pembenaman seperti qarun atau penenggelaman zaman Nabi Nuh) oleh bumi, percampuran dengan berbagai kelompok sosial yang bertentangan, dan penderitaan akibat kekerasan dari sebagian kelompok Muslim lainnya. Allah menghilangkan lemparan dari langit dan penelanan bumi. Dia enggan menghilangkan dua permintaan terakhir” (Al-Asqalani, Badzlul Ma’un: 124-125)
Asqalani mengungkapkan, meski dalam kenyataannya bencana yang dua tersebut masih terjadi, tetapi bencana ini bukan merupakan azab yang membinasakan umat Islam. Sedangkan perpecahan berbagai kelompok dalam Islam, terorisme, pembunuhan atas nama agama itulah azab bagi kita. Dari sini sudah jelas, bencana alam yang terjadi bukan merupakan azab.
Jika kita mau melakukan pengkajian atas berbagai bencana, baik yang alamiah maupun selainnya, sudah sepatutnya kita dapat mengambil berbagai kebijaksanaan meski dari duka yang ditimbulkannya.
Bahkan mengenai bencana non alamiah seperti banjir, longsor, pemanasan global sekalipun, belum tentu kita termasuk “orang-orang yang bersih” sebagai pelaku yang kerap kali justru mengakibatkan bencana terjadi.
0 Comments