Oleh: Fajar Chaidir Qurrota A'yun
"Ing Ngarso, Sung Tulodo. Ing Madyo, Mbangun Karso. Tut Wuri Handayani" (Di depan memberi teladan. Di tengah memberi kemauan. Di belakang memberi dorongan)
Siapapun yang pernah memakan bangku sekolah (menjadi siswa) dapat dipastikan, tak asing lagi mendengar kata-kata yang terpampang di atas. Benar. Kata-kata ini menjadi "penghias" logo, dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (disingkat KEMENDIKBUD) dan kalau kita may teliti, tertulis pula di depan kantong baju putih saat sekolah dahulu. Dahulu, karena saya sudah lulus beberapa tahun yang lalu, meskipun nasib sebagai pengaanggur belum berubah! Kata-kata yang ada di kantong depan seragam sekolah itu agak sedikit dipotong dari kata-kata lengkapnya, sebagaimana terpampang di atas. Kita sangat akrab dengan kata: "Tut Wuri Handayani". Ada juga di judul lagu band legendaris, salah satu band kesukaan saya, band itu bernama "Slank".
Adalah Raden Mas Suwardi Suryaningrat, seorang tokoh pergerakan nasional, tokoh pendidikan yang mendirikan lembaga pendidikan "humanis" bernama "Taman Siswa" dengan i'tikad agar para anak bangsa yang berada dalam masa penjajahan, bisa ikut bersekolah. Dikarenakan, pemerintah Hindia-belanda, mengkhususkan hanya beberapa kelas "pribumi" untuk bisa merasakan pendidikan. Beliau disapa akrab dengan panggilan "Ki Hajar Dewantara", dalam Wikipedia, yang bersumber dari Perguruan Tamansiswa dan Kepustakaan Presiden Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, tokohindonesia.com menyebutkan: beliau, dengan nama: Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EBI: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EBI: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro) lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun; adalah sebagai data nama lengkap, tahun lahir, tempat lahir, serta waktu dan tempat beliau wafat. Selain sebagai tokoh pergerakan nasional dan tokoh pendidikan nasional, beliau pula aktif menjadi penulis. Bagi saya, beliau adalah sosok pemikir pendidikan yang pemikirannya masih banyak dipakai dan tertulis dalam buku-buku pendidikan yang saya pernah baca. Bolehlah saya kalau menyebut beliau sebagai salah satu filosuf pendidikan.
Dengan terkenalnya beberapa gagasan beliau, saya khususkan tulisan ini untuk membahas pemikiran beliau tentang kepemimpinan. Sebelumnya saya meminta maaf kalau tulisan ini tidak begitu rapih. Karena tulisan ini ditulis dengan aplikasi yang ada di dalam "smartphone" yang sudah agak jadul ini. Kepingin sih ganti baru, tapi apalah daya, aku hanya orang yang tak berharta. Loh kok curhat yah?
Baiklah, kita mulai saja bahasannya. Sudah tertera dalam awal tulisan kata-kata Ki Hajar Dewantara yang mendasari pemikiran beliau tentang "idealnya" seorang guru atau pemimpin. Pertama kita masuk pada kalimat yang berbunyi: "Ing Ngarso Sung Tulodo"
Kata "Ing Ngarso Sung Tulodo" berasal dari bahasa Jawa, sesuai dengan si Empunya. Beliau Ki Hajar Dewantara. Kata itu, jika dibahasa-Indonesiakan, berarti: "Di depan memberi Teladan". Siapa yang di depan dan siapa yang memberi teladan? Sudah pasti dia yang mengaku menjadi "pemimpin" atau "Guru".
Pahit memang menjadi pemimpin dan Guru, jika keduanya benar dan baik maka akan mendapat banyak kebaikan dan kemuliaan, tetapi sisi kemanusiaannya masih tetap ada, ya, melakukan kesalahan adalah sisi kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun orangnya, meskipun seorang Nabi. Tetapi, Nabi dan Rasul, jika melakukan kesalahan, akan langsung mendapat peringatan dari Tuhan. Lalu kita bagaimana? Nasib pemimpin dan guru yang melakukan kesalahan meskipun kecil akan mendapat gunjingan yanv banyak, yang datang dari orang-orang sekitarnya. Dan bukan pemimpin atau guru namanya, kalau mereka yang "mudah patah". Keduanya berjiwa besar dan berprinsip baja.
Tugas pertama yang harus Pemimpin dan Guru lakukan ialah: "Memberi teladan". Maksudnya? Setiap kerja-kerja kepemimpinan maupun di dalam kelas dan masyarakat, kedua tipe ini telah diwajibkan, "mendahului" sebelum memerintahkan dan menasehati pada murid ataupun bawahannya. Dalam Islam sendiri telah memberikan sosok seorang Muhammad SAW adalah Rasul yang selalu memberi teladan yang baik pada ummatnya. Jangan sampai deh, kita ini, aaat jadi guru ataupun memimpin dibilang "JARKONI". Berarti, Bisa mengajari tak bisa melakukan apa yang dia ajarkan kepada orang lain. Sama saja mematikan harga diri. Pastilah yang model begini sudah banyak ditinggalkan oleh pengikut dan muridnya. Itulah makna bebas yang saya kontekstualisasikan sendiri terkait dengan kata-kata, "Ing Ngarso, Sung Tulodo". Di depan memberi teladan!
Selanjutnya, Ki Hajar mengatakan: "Ing Madyo Mbangun Karso", berarti, di tengah memberi kemauan. Dalam mengajar, dan melakukan kerja kepemimpinan, setelah mencontohkan seperti yang sudah dibahas di paragraf sebelumnya, maka tugas pemimpin adalah "bekerja sama" atau memberikan kemauan yang kuat pada saat memimpin. Dengan bekerja sama, pemimpin seolah memberikan kekuatan kepada para anggota untuk melakukan sebaik-baiknya, karena bawahannya pasti merasakan, kalau pemimpin yang ikut pula terjun bekerja sama, akan meraih hasil yang dibuat dengan bersama-sama pula. Begitulah menurut saya makna dari kata "Memberi kemauan". Dengan ikut bekerja sama, maka kita semakin mendekati tipe pemimpin yang baik. Bukan seperti "Bos", yang kerjanya hanya dengan telunjuk. Tanpa turun langsung. Mari buang jauh-jauh memimpin dengan cara seperti itu!
Terakhir, kita sampai pada kata yang paling ditunggu, sebab sedari kecil kata ini memang tidak asing di telinga. Kata-kata itu adalah: "Tut Wuri Handayani". Yang berarti: "Di belakang memberi dorongan". Bersambung dengan dua pembahasan di atas, selain memberi teladan dan bekerja sama, maka yang terakhir dilakukan pemimpin atau guru adalah memberikan motivasi atau dorongan. Banyak para ahli dalam teori belajar mengatakan, bahwa motivasi efektif untul meningkatkan kemauan belajar. Senada dengan yang dikatakan Ki Hajar, bahwa jika jadi pemimpin atau guru, maka berkewajiban memberikan dorongan moral (motivasi). Sehingga, tidak ada lagi bawahan atau murid yang "patah semangat" dalam melakukan kerja dan belajar. Peran motivasi teramat baik dalam menjalankan kepemipinan.
Lengkaplah sudah, pembahasan makna kepemimpinan menurut bapak pendidikan kita. Artinya,menurut teori kepemimpinan beliau, pemimpin itu berada dalam tiga matra (depan, tengah dan belakang) sehingga semua ruang telah dirasakan dan diisi oleh peran pemimpin itu sendiri. Silahkan jika merasa kurang lengkap dengan pembahasan yang ada di tulisan ini, bolehlah mebaca langsung pemikiran beliau. Saya jamin, sangat asyik dan bermanfaat bagi kita semua, khususnya yang menjadi guru dan sedang memimpin sebuah organisasi apapun.
Akhirnya, saya memohon maaf, apabila tulisan ini banyak sekali kekurangannya, baik dalam referensi, hurufnya, dan kesalahan lainnya. Saya memang dalam keadaan belajar. Sampai kapanpun dalam belajar. Semiga bermanfaat! Dan Selamat Tahun Baru 2018. Semoga kita menjadi lebih baik di tahun depan yang tinggal sehari lagi. Amin.
Kali Ulu, Cikarang Utara.
Kabupaten Bekasi.
Jumat, 30 Desember 2017
Sekretariat PMII STAI HAS.
Pukul: 01:02 Am
0 Comments