SEKUMPULAN PUISI
Oleh: Fajar Chaidir Qurrota A'yun
Aku Anak Madrasah
Bapaku nyekolahin aku ke Madrasah
Katanya: "Biar pinter Agama!"
Aku waktu itu umur tahun kelima
Jadi, ya anak-anak sih menurut saja
Ibuku nganter tiap pagi
Menggandengku dengan jalan kaki
Bukan dengan Mobil mewah
Maklumlah bukan istri pejabat negara
Aku senang dengan ibu ela
Guruku, yang halus cara ajarnya
Kelas satu dan dua
Dulu itu aku hanya baru bisa baca
Sekarang madrasah hampir kalah
Dengan label-label yang terpadu
Kalau aku sih justru tak mau kesana
Sebab yang terpadu-terpadu katanya
suka memadu istrinya
Walaupun aku sekarang belum jadi ahli agama
Insya Allah tetap mendoa orang tua
Tak lupa pula mencium tangannya
Sebab itu memang bukan bid'ah
Sayangnya madrasah kalah saing
Mungkin karena kotaku terlalu banyak orang asing
Agama bukan lagi utama
Manusia menjadi terasing
Sampai saat sekarang jadi mahasiswa
Wajarlah kalau aku tidak suka
Pada mereka yang menggusur madrasah
Hilanglah sudah Akhlak mulia
Yang guratannya ada
dalam tujuan nasional pendidikan kita
Madrasah,
Malang sekali kamu
Bangku-bangku yang ada
dari reotnya kayu
Boro-boro punya ruang komputer
Gaji gurunya pun masih mutar-muter
Madrasah,
Aku ini orang yang lahir dari sana
Walaupun sekarang aku tidak kerja
Wong lulusan madrasah
memang sejarahnya
Selalu melawan penjajah yang durjana
Sabar guru-guruku
Orang sabar katanya kuburannya lebar
Ini bohong!
Lah tanah disini buat bertani pun susah
Bagaimana mau mati dan senang dikubur sana
Memang betul kata mbah Gusdur
Pendidikan banyak diurus sama penguasa
Akhirnya bolak-balik bentar-bentur
Sebab menghilangkan lagi kebebasan rencana manusia
Terakhir,
Aku ingat betul temanku saat madrasah
Semuanya dari kelangan menengah ke bawah
Kecuali sekolah yang bergedung tinggi
Yang di dalamnya banyak anak pengusaha dan menteri
Ya begitulah negeri kita
Sekolah saja rumit sekali
Kita disuruh taat sama pengurus negeri
Padahal merekalah yang sering jadi biangkeladi
Bandung, 26 Agustus 2017
FCQA
Guruku Dengar Sedihku
Aku diajarkan guru-guruku
Untuk memegang Agama teguh
Biar hidup terus selamat
Dari dunia sampai akhirat
Tapi sekarang?
Agama berubah menjadi garang
Tempat main orang-orang curang
Dalil-dalil tak lagi riang
Mimbar khutbah semakin malang
Dinaiki banyak para pecundang
Orang-orang di kota ikut terserang
Guruku banyak berpesan:
Tentang rasa kemanusiaan
Yang harus diutamakan
Memang agama yang menyarankan
Semua manusia harus saling berkenalan
Kita sama-sama manusia
Tak pandang ia islam, hindu, budha,
konghuchu, katolik atau ptotestan
Semuanya sama di mata Tuhan
Semuanya Dia yang ciptakan
Namun yang dikata kenyataan?
Ajaran itu menjadi mimpi yang dibekukan
Disimpan dibawah tanah kesepian
Maka celakalah kemanusiaan.
Lihatlah peperangan disana
Atas dalih hak hidup dan sejarah
Berapa banyak anak manusia
Yang mati atas nama sentimen agama
Atas nama golongan semata
Atas nama ras mulia
Atau paling inti atas nama kuasa
Aku juga ingat sesuatu
Yang pula diajarkan guru-guruku
Manusia harus up-to-date
Walaupun otak jadi lelet
Memang terjadi modernisasi
Perkembangan sains dan teknologi
Tank baja, senapan, nuklir tercipta
Inikah kristalisasi
dari zaman kemajuan kita.
Teknologi, adalah saudara orang kota
Mereka juga orang desa
Yang terjebak dalam lumpur iming-iming harta
Bertumbuhlah budaya baru:
Budaya bisu.
Lihatlah, orang kota
tak saling bicara
Walau duduk bersampingan juga.
Ini kemajuankah?
Atau kemundurankah?
Inikah yang namanya peradaban manusia?
Aku ingat benar
pesan guruku di sekolah dasar
Oh ya itu tentang tolong-menolong
Jangan pula berbuat kasar.
Aku berpikir, sambil merogoh kantong
Ada uang ribuan yang pudar
Satu-satunya ku berikan
Pada pengemis yang ada di depan
Mungkin saja pengemis itu kaya:
di kampungnya tenar ternama
Inikah kemajuan?
peradaban yang menjual rasa kasihan
Pesan-pesan itu bangunkanku tidur
Dalam mimpi buruk,
hidup buruk,
nasib buruk.
Zaman yang ngelantur
hati manusia jadi babak-belur
Gara-gara nilai kertas: manusia mengantuk!
Tidur dalam mimpi buruk
dalam surga keterasingan
Aku buka buku IPA
Pesanmu guru terngiang pula
Manusia dan alam hidup bersama
menyatu, dipadu, Sang Pencipta.
Aku mengingatnya,
Hanya jika lihat di layar kaca
Banyak bencana
menimpa manusia:
Tsunami, longsor, banjir, dan semua
Adalah kesalahan kita
Aku lupa
pada pesanmu yang mulia.
Coba engkau tengok muridmu,
guruku!
Atau keriputmu tak mampu meghukumku?
Masihkah lantang suaramu?
memecah bodohku!
Jangan tinggalkan dulu,
dunia ini guruku.
Aku ingin engkau menjadi,
pengingat abadi
Sepanjang hayat ada disini
Jadilah seperti:
nada dering handphoneku
yang kurang canggih.
Yang otakku, kusimpan disitu
Pikiranku jadi beku.
Sulit sekali membeda,
Binatang dan manusia
Yang kita ingat cuma:
hakikat sebagai pelupa
Bukan hakikat sebagai manusia
Guru? Dengarkah kesedihan suaraku?
Bekasi, 29-30 Agustus 2017
Vespa Biru Pak Abeng
Bunyinya treng-teng-teng-teng
Dari knalpot berkarat terbuat dari seng
Kuda pacuan milik pak Abeng
Guru sederhana anti mentereng
Rambutnya hampir beruban mirip warna susu kaleng
Hidup bertiga
dengan istri dan anaknya
Pagi buta pak abeng terjaga
Antar istrinya ke pasar berbelanja
Untuk berdagang memutar uang yang fana
Belanja kerupuk
Untuk dagang nasi uduk
Keuntungannya buat bayar kuliah
Anaknya di kota,
agar kelak hidup tak seperti dia
Tegas pak Abeng pada putra satu-satunya:
"Kamu harus jadi Arsitek ternama!
Nanti pasti dipakai, digaji besar para pengusaha
Yang mau menyulap perkebunan warga"
Selesai antar pergi ke pasar
Pak Abeng siapkan seragam mengajar
Lalu mandi sambil berkelakar:
Andai aku jadi orang tenar,
Tentu hidup tak lagi gusar
Pada nasib yang masih samar
Telat makan sering pegang pusar
Sering melilit karena lapar
Motor vespa ia sela
Oh, asapnya masuk rumah tetangga
Seringkali mendapat caci:
Ah dasar, si Abeng bokek sekali
Baginya asap bisa jadi pengganti rokok
Lebih baik uang ceban buat hal yang pokok
Beli bensin motornya yang olok
Apa daya dompetnya yang terseok
Pak Abeng sudah rapih
Lalu bersalaman dengan sang istri
Ia semangat jalani hari
Seorang guru memang harus begini
Dipacu motornya
Dia ingat kabar gembira
Hari ini terima gajian
Yang jumlahnya tak bisa terkira
Pak Abeng sampai gerbang sekolah
Ia senderkan motor di pagar sekolah
standar motor vespanya patah
Mau kebengkel tapi uang tak punya
Bel bunyi,
pak Abeng bergegas pergi
Dari ruang guru tempat berbagi
Cerita amplop yang berisi gaji
Bulan lalu belum juga dinaiki
Gaji mereka berprofesi
Tentu tak seperti gaji bupati
Pak Abeng guru Favorit
Murid-murid dinasehati hidup irit
Agar kelak hidup tak sulit
Karena menabung uang jadi selangit
Tibalah saat yang mendebarkan
Bagi Pak Abeng dan kawan-kawan
Beberapa menit lagi trima gajian
Yang diurus bendahara yayasan
Giliran nama pak abeng disebut,
Pak abeng melempar senyum dimulut
Amplop diraihnya
Bagai sepasang kekasih yang berdansa
Walau belum tahu isinya
Ia masukan kantong depan kemeja
Jam ngajar sudah kelar
Langsung bergegas ia tak sabar
Motornya langsung ditatar
Cepat, bagai petir menyambar
Asapnya bak kayu bakar
Terkena mata pasti nanar
Pak Abeng sampai di rumah
Memberi kabar pada istrinya
Tak lupa salam dan menyapa
Siul-siulnya terlihat berbeda
Dirogoh kantong kemeja
Amplop mulai ia raba
Matanya mampir dan membaca
Ada guratan pena disudutnya
Perasaan tak lagi bahagia
Tahukah kau isi bacaannya?
Kalimat itu menuliskan
Tentang utang kepada yayasan
Dua minggu yang lalu
Pinjaman sebesar tiga ratus ribu
Untuk mbayar uang semesteran
Anak satu-satunya yang jadi harapan
Sambil nyengir getir bareng istrinya
Amplop disobek pinggirnya
Dibukalah obat penawar sakit kepala
Ternyata hanya ada dua
kertas merah yang berharga
Pak Abeng mengelus dada
Istrinya menasehati untuk tetap lapang dada.
Uang itu tak seperti harapan
hanya cukup bayar tunggakan
Kontrakan bulan lalu belum terlunaskan
Pak Abeng dalam sujudnya
Selalu mendoa agar hidup berkah
Kekurangan harta baginya biasa
Asal jangan tak bermanfaat buat sesama
Bekasi, 31 Agustus 2017
Ibuku Putus Sekolah
Cerita Ibuku sangat nyata
Terjadi waktu zaman Orba
Tentang sedihnya tak sekolah
Mimpi tergadai di angkasa.
tak bisa sekolah
adalah kekejaman juga
Putuslah sudah,
harapan seorang remaja
Karena susah harta,
Mau pintar susah
Sekolah Dasar enam tahun
SMP tiga tahun
SMA setahun
Loh jangan tertegun!
Sedih Ibuku saat melamun
Jaman dulu sekolah tak utama
Yang utama,
punya beras untuk makan bersama
Sudah cukup membuat bahagia
Tak rumit untuk menjauhi sengsara
Apa yang diharapkan dari anak penjual genteng?
Mustahil punya mobil mentereng
Mimpi sukses digantung di atas genteng
Ukuran rumah hanya seperti bedeng
Ibuku sempat memaksakan untuk sekolah
Apalah dikata kejam hidup dunia
Baru saja menginjak remaja
Ibuku memutuskan menghadapi kejam Ibu kota
Dia memutuskan untuk bekerja
Daripada terus larut dalam Nestapa
Bagi orang susah: sekolah hanya jadi mitos belaka
Di kota ibuku mencari kerja
Sebetulnya sangat berbahaya
Gadis remaja dalam mulut ibu kota
Memang apa sebab pelacuran?
Nasib buruk ditambah ingin hidup kaya
Untung saja ibuku tak kesana
Jika kesana,
aku tak mungkin lahir ke dunia.
Ibuku kerja di pabrik sepatu
Kebanyakan berisi perempuan
Senasib sependeritaan
Harus berlindung dalam ketek tuan-tuan
Tuan-tuan berambut kuning
Juga tuan-tuan bermata sipit
Lemburan memang tak kering
Ah isi saku tetap saja kurus-ceking
Dalam tangis Ibuku berdoa
Semoga kelak anaknya tak bernasib sama
Pendidikan harus utama
Jika mau hidup yang mulia-bahagia
Takdir Tuhan memang tak mampu ditebak
Di depan rumah saat pulang kerja
Ada pemuda yang rajin ibadah
Wajah lumayan dilihat mata
dapat poin delapan koma lima
Pemuda itu kesengsem liat Ibuku
Ibuku menangkap maksud pemuda itu
Pemuda yang sekarang jadi Ayahku
Aku yang mendengar cerita
Ada sedih ada tertawa
Serunya pengalaman hidup orang tua
Ada pedih dan senang juga
Begitulah hidup di Dunia
Dunia bukan surga
Kesenangannya hanya fatamorgana
Bekasi, 31 Agustus 2017
Penjual Cobek Dan Putranya
Nak, bapak tak punya uang untuk bayar sekolah!
Nak, cobek bapak hanya laku lima
Harga satu cuma lima belas ribu
Ini hanya cukup untuk makan kamu dan Ibumu
Nak, apapun akan bapak lakukan buat kamu
Bapak gak bisa naikin harga begitu
Harga cobek tak bisa naik seperti harga produk pertamina
Naiknya saja tetap banyak diburu
Mustahil juga seperti listrik
Setorannya membuat kita tercekik
Nak, bapak hampir putus asa
Untuk tetap membiayaimu sekolah
Apalagi muluk-muluk sampai kuliah
Adik-adikmu mau makan apa?
Nak, maafkan bapakmu
Dengan berat hati dan lidah kelu
Harus membuatmu jadi risau
Bapak tau hatimu seperti tertusuk pisau
Nak, mungkin ini garis hidup kita
Apa kita bisa meminta tolong pada negara?
Kamu lihat sendiri,
Di parlemen lagi sibuk rebutan kursi
Nak, lihatlah ibumu yang sudah sakit-sakitan
Beban hidup yang beratnya milyaran
Mungkin, malaikat maut sudah ada di depan
Mengajak ibumu melepaskan beban
Nak, kamu berhenti saja ya sekolah?
Kalau perlu bantu bapak bekerja
Terserah apa yang kamu bisa
Ngamen atau jual koran di pinggir lampu merah
Tapi, jangan sekali-kali mengemis pada manusia
Nak, maafkan bapak ya.
Bekasi, 31 Agustus 2017
Saudara Kembar
Banyak gedung pendidikan
Beriringan dengan perusahaan
Investor asing sedarah dengan penjajah
Kini akrab seperti saudara
Sulit kini membedakan,
Mana pendidikan
Mana perusahaan
Keduanya hampir sama dalam tujuan
Adalah memperbesar keuntungan
Slogan-slogan dijual dalam brosur
Masuk kesini takan menganggur
Meski sulit jadi direktur
Yang penting hidup jadi teratur
Pendidikan paket-paketan
Demi menggapai selembar kertas
Ijazah seperti ajian
Sakti mandraguna jadi rebutan
Masalah kemampuan nomor tiga
Pertama, ada dana
Kedua, bergelar sarjana
Selesailah perkara
Terbuai mimpi jadi sejahtera
Pendidikan layaknya outsorching
Pamplet menyebar luas di dinding-dinding
Sampai saat aku kencing
Menempel di pintu toilet umum yang pesing
Banyak sekali kerbau kesasar
Masuk lubang tikus yang terbakar
banyak orang yang tak sadar
Lubang satu ramai disambar
Prinsipnya mudah sekali
Lu jual, gua beli!
Masa bodo lu rugi!
Barang dipegang harus dibeli
Pendidikan kini adalah pasar
Jualan kata kemakmuran
Makmur untuk siapa tuan?
Oh, jelas untuk pemilik yayasan
Kerjanya hanya buat kesepakatan
Bareng saudagar pemilik perusahaan
Pendidikan yang bertujuan benda
Manusia jadi turun harga
Mereka dihargai bukan karena ilmu
Tiada lain hanya boneka berotot baja.
Yang terjadi di pinggiran kota
Siang-malam terus bekerja
menggendutkan rekening tuannya
Padahal rumah tetep ngontrak
Kalau dipikirin nanti botak
Kita berada dalam jaman transisi
Semenjak paska reformasi
Dehumanisasi masih terjadi
Khususnya atas nama pembangunan
Warisan orba yang tiran.
Pendidikan ikut jadi korban
Yang dibangun hanya milik tuan
Sedangkan kita tetap dalam penderitaan
Bekasi, 1 September 2017
28 Februari 2017
(Memoar ambruknya gedung pendidikan)
Pak gedung sekolah kami ambruk!
Terang si murid korban tertimpa bangunan lapuk
Di puskesmas para korban dititipkan
Diantara mereka ada yang pingsan
Siswa lain diliburkan,
Aktivitas belajar terpaksa dihentikan
Wartawan terus mengorek cari kebenaran
Ada juga yang numpang cari tambahan
Dengan segepok ancaman
Setiap kejadian,
Ada saja yang cari keuntungan
Mereka yang punya tanggung jawab
Mulai mikir untuk menjawab
Biar bisa ngeles saat ditanya
Seolah-olah ini murni bencana
Pemborong bangunan ketar-ketir mulai deg-degan
Harus kemana dia cari perlindungan?
Jika kasus ini terus dilanjutkan
Siapa yang paling pantas disalahkan
Masa sih kalah dengan bangunan belanda
Di kota tua masih perkasa
Bangunan roboh baru tahun kelima
Masyarakat mulai bertanya?
Kenapa ada yang tega,
Mengurangi komposisi bangunan sekolah
Jika bangunan pendidikan bisa dikorup
Bagaimana bangunan jembatan di jalanan
Pantas saja sering bolong,
Bahaya bagi kendaraan yang remnya blong
Pendidikan jadi lahan basah
Bagi mereka yang berbuat curang
Mau instan cepat kaya
Masa bodo orang menderita
Kalau gedung dibuat berdasarkan bisnis
Apa gunanya murid-murid diajarkan humanis
Dipupuk nilai-nilai sosialis
Gedungnya saja prinsip kapitalis
Aku ini bukan seorang marksis
Siapapun manusia bisa kritis
Itu sudah bawaan ciptaan
Sebuah rejeki dari Tuhan
Sampai kapan pendidikan bebas
Bebas dari orang oportunis
Apa bedanya dengan orang bengis
Berkedok dasi dan kemeja yang necis
Kita orang awam hanya saksikan
Berapa kali lagi harus kejadian?
Bagaimana dengan biaya sakit korban
Biaya mereka yang jika sampai cacat organ
Yang hanya anak kuli serabutan
Cermin ini harus jadi koreksi
Bagi mereka yang suka korupsi
Buat modal beli mersi
Biar tampilan makin bergengsi
Apakabar puing-puing reruntuhan
Andai saja kamu bisa bicara
Di pengadilan ungkapkan kebenaran
Siapa saja orang yang bersalah
Sayang kamu cuma dibuang
Jadi kenangan buruk yang seminggu hilang
Pendidikan takan jadi penerang
Tak mungkin menelurkan generasi pejuang
Karena orang tua yang ajarkan
Hidup ini yang penting senang
Meskipun dibawah penderitaan orang
Bekasi, 1 September 2017
Negara Impian
Negara kita padat penduduk
Sumber Daya Alamnya kaya
Semestinya tak kekurangan lauk-pauk
Untuk makan tak akan susah.
Benar kata band kusplus
Tanah-air kita tidak tandus
Batu dan kayu jadi tanaman
Tanda bahwa negara kita punya kekayaan
Kenapa masih berjuta rakyat miskin?
Beras ikut berlabel Raskin
Kita masih tak merdeka
Karena pendidikan belum utama
Negara kita surga dunia
Potensinya wajib masuk kantong kita
Sambil saling menjaga
Jangan merusak alamnya.
Pendidikan mesti gratis
Dari sekolah dasar sampai sarjana
ciptakan SDM mumpuni di sektor strategis
Bukannya daulat sebuah negara:
Daulat ekonomi dasarnya?
Di Indonesia banyak pencopet
Tingkah-laku mereka mirip kampret
kata orang desa bernama codet
Buah pohon sering dikempet
Giginya tajam bagai bayonet
Awas kau terpelet!
Karena dia pura-pura isi dompet
Padahal lagi menarget
Biar usahanya jangan macet
Jika pendidikan bisa gratis
Aku yakin berkurang suara tangis
Karena kesulitan sandang-pangan
Mereka yang sulit makan
Wahai bapak presiden,
Kau lihatkah
berapa banyak orang yang terkendala?
Keluhan mereka hampir sama
Sulit dalam hal biaya,
Sempit dalam paradigma
Sekolah tak dianggap utama
Jika hanya menghamburkan biaya
Pak presiden,
Coba dengar suaraku yang rakyat jelata
Kita harus bekerja sama
Untuk membangun sebuah negara.
Untuk memanfaatkan alam kita
semua pemuda harus jadi sarjana
Barulah kita akan bisa
Mengolah alam kita.
Singkirkan pengusaha yang pongah
Seolah mereka pemilik tanah
Kita disuruh makan limbah!
Bagaimanapun saya tetap memaksa bapak:
Untuk menggratiskan semua jenjang pendidikan
Bukannya bicara pembangunan
Bicara pula pendidikan?
Saya setuju dengan Revolusi Mental bapak!
Mental dibangun dengan pilar pendidikan
Ya, selain kejujuran dan kebenaran.
Pendidikan gratis perlu direalisasikan
Negara kita, pasti jadi negera impian
Bekasi, 1 September 2017
Hitam Putih Nasib
Di tanah Industri tumbuh bunga kehidupan
Bak air menyuburkan tanaman
Doa-doa bekeliaran di lazuardi
Doa para remaja,
Yang berharap mampu gantikan orang tua
Menjadi tulang-punggung keluarga.
Disana,
Di komplek jababeka
Tempat keluar masuk truk-truk gandengan
Yang kadar hujannya berlebihan
Polusi berseliweran
Dihirup tumbuhan
Dihirup bayi-bayi
Dihirup jompo-jompo
Dihirup para remaja
Buangan hasil produksi menyublim
Menjadi racun membatu
Jompo, bayi, remaja semuanya akrab dengan racun
Bahkan bersarang di paru-paru,
Mengganggu sistem syaraf,
Mengurangi kesehatan tubuh
Sistem akal terganggu
Meski begitu,
Tetap ramai dikunjungi orang dari berbagai daerah
Termasuk aku dan sahabat sebayaku
Berapa ribu sekolahan kejuruan berdiri?
Berapa banyak pabrik di tanah industri?
Setiap hari penuh tempat BLK
Tiap hari berapa siswa yang mentas beranjak cari kerja?
Pendidikan menjadi batu loncatan
Bagi kita yang rindu akan kemakmuran,
Rindu akan kesejahteraan,
Kesejahteraan dan kemakmuran seolah makhluk metafisik
Ada dalam kenyataan namun eksistensinya langka
Aku bingung,
Pabrik yang bergantung pada lulusan
Atau pendidikan yang bergantung pada perusahaan?
Sistem ini menghasilkan ketergantungan,
Hanya berat sebelah,
Pendidikan bergantung kesana,
Manusia menjadi objek jual tenaga
Atau sapi perah yang tolol,
Setelah habis, dibuang dan disembelih nasibnya.
Mereka para penganggur yang sedang membara
Mencari penghidupan untuk keluarga
Dilambangkan dengan pakaian hitam putih
Hitam-putih bagai nasib mereka yang ngeri
Nasib yang gamang dan membingungkan
Sementara hidup berjalan,
Ya jelas mereka tak mau terlindas kemiskinan
Aku katakan semua-muanya sekarang
Setiap kepala yang lulus sekolah
Selalu dilambangkan begitu
Map-map kuning laris dibeli
Berisi riwayat hidup dan data diri
Kantor-kantor pos ramai didatangi
Pos satpam pintu perusahaan disatroni
Bertumpuklah kertas ijazah di meja HRD
yang nantinya akan di loak,
Bisa buat tambahan para penggede
Yang kesenangan akan uangnya maniak.
Saudara dicurangi
Dengan cara bayar: Segini!
Kenapa mau kerja saja seperti beli mobil?
Beratlah buat mereka yang labil
Kenapa pendidikan tak menciptakan manusa kuasa
Kuasa bukan untuk eksploitasi sepuasnya
Kuasa mencipta lapangan kerja,
Kuasa mencipta manusia sadar naturnya.
Lebih baik pendidikan itu tak usah diadakan
Jika hanya untuk menghamburkan
Dua belas tahun tanpa penghasilan
Orang miskin tak perlu pendidikan,
Yang sarat penindasan.
Pendidikan adalah hantu bagi orang susah
Adalah kenyataan bagi yang kaya
Mengapa bisa?
Karena bagi orang susah,
Untuk jadi kuli tak perlu sekolah
Beda bagi yang kaya,
Untuk menuju mimpi,
Pendidikan adalah kesuksesan,
Dengan jembatan uang
Orang kaya tak mungkin terbuang
Bekasi, 2 September 2017
Insyaflah Pendidikanku
Priwitan satpam berbaju biru kehitaman
Di depan jalan gerbang sekolahan
Memarkir mobil yang masuk
Orang tua murid yang tiap hari sibuk
Mendaftarkan anak di sekolah sejuk.
Besar halaman berhektar-hektar
Kelas tingkat dipencar-pencar
Dapat julukan sekolah cetar,
Julukan favorit dalam surat kabar.
Hampir gerbang ditutup rapat
Datang lagi sepeda motor
Bukan untuk menanya alamat
Mereka orang susah tak kesohor
Mengantar anak untuk mendaftar
Sekolah favorit katanya,
Jadi dambaan tiap remaja.
Dasar manusia yang raja tega
Satpam melirik ke busana
Ia tahu orang ini susah
Tak pantaslah masuk dalam sekolah
Yang boleh masuk hanya,
Yang punya roda empat saja.
Satpam pelan berbicara:
Namun nyelekit menusuk dada
"Pak, ini sekolahan orang kaya,
Sekolah anak menteri dan pengusaha,
Lebih baik, bapak cari sekolah lain saja,
Kayaknya bapak dan saya bernasib sama "
Mendengar itu,
Anak perempuan si bapak ngilu
Tangisnya mulai keluar tersedu-sedu
Pecahlah sudah berkeping-keping
Impian dia menjadi puing
Cepat mereka berpaling
Tinggalkan satpam bak maling
Saking cepatnya motor dipacu
Untuk menahan rasa malu.
Obrolan mereka di jalan
Sang bapak memohon dimaafkan
Karena menjadi orang susah
Memang disingkirkan dimana-mana
Sang anak cepat mengerti
Dewasa menerima semua ini
Api marah berkobar
Berjanji akan membalas besar
Ulah sekolah yang pilih-pilih
Pilih-pilih tak mau rugi
Diskriminasi masih terjadi
Di kota-kota besar jadi tradisi.
Orang kaya sekolah di gedung tinggi
Orang susah sekolah di pinggir kali
Sekalipun Mewah bukan arti sebenarnya
Berupa singkatan: "mepet sawah"
Lebih baik tak usah ada Favorit-favoritan
Jika hanya untuk membeda-bedakan
Hak asasi dilenyapkan
Ataukah HAM hanya untuk orang berkekayaan?
Kapankah tercipta kata,
Mencerdaskan kehidupan bangsa
Kalau yang cerdas hanya yang kaya
Pasti serakah jadi meraja
Kalau yang pintar hanya yang kaya
Bisajadi alamat tak berfungsi pancasila.
Kita tak hidup di zaman feodalisme
Aristokrasi dan Oligarki
Kita hidup dibawah kelambu demokrasi
Demokrasi yang hanya nyata
Dalam pilpres pertama bangsa Indonesia
Kita harus jadi manusia,
Demokrasi-pancasila kita tanam di dada
Dada semua manusia Indonesia
Miskin-kaya hanya strata,
Yang dibentuk dahulu para penjajah
Insyaf-lah pendidikan yang membeda-beda
Bekasi, 2 September 2017
Tukang Bolos Sekolah
Seragam penuh coretan
Rambut lewat alis mata
Gelang ditangan jadi hiasan
Celana begi sedikit melorot ke bawah
Rokok di tangan masih mengepul
Sambil dihisap dijalan ngebul
Ini anak remaja gaul
Sekolah jarang, nongkrongnya full
Berangkat jam tujuh pagi
Bel sekolah setengah jam lagi
Gak bareng kawan gak friendly
Lumayan masih bisa ngopi.
Potret bocah-bocah SLTA
Raya dan bebas kehendaknya
Gak peduli bolos sekolah
Yang penting kawan dimana-mana
Lebih lagi, jadi jagoan
Semua kawan tak mungkin nglawan
Uang kolekan lancar berjalan
Inilah berkah dunia perbolosan.
Tak terasa teman sudah kumpul
Nunggu mobil langganan muncul
Ada gadis siul-siul
Saatnya keluarin ilmu ngawadul
Mata melirik ke bagian pinggul
Seksi sekali seperti Inul
Sampai sudah di depan sekolah
Liat jam lebih setengah
Gengsi rasanya ke sekolah
Satpam pasti menghukumnya
Rame-rame mutusin,
Untuk belok ke warung sebelah
Selalu banyak yang nemenin
Apalagi hari upacara
Gak pernah ketemu bendera
Masuk aja lewat jendela
Kawan rajin pasti membantunya
Tanggal ujian udah deket
Para pembolos pada mrengket
Absen merah pertanda bahaya
Setengah semester hampir tiga dua
Bakalan dapet SP tiga
Bonus dipanggil orang tua
Di kantor dihabisi kepala sekolah
Di rumah kena sama ibu-bapak
Begitu ulah para remaja
Yang sekolahnya bukan di kelas
Dosa bareng paling bahagia
Walau nilai rapot jadi amblas.
Bekasi, 2 September 2017
Masa Sekolah Yang Indah
Indahnya saat SMA
Tiap waktu bertabur bunga
Belajar mengenal cinta
Tiga tahun takan terlupa
Sampai saat kita menua
Tertulis abadi di dada.
Ada saja kata gombalan
Dilempar untuk sang kekasih
Amat indah masa pendekatan
Saat berhasil mengait hati.
Tak jarang banyak penyair
Ditatar disini,
Di waktu ini,
Cinta cepat melahirkan pujangga
Main kata-kata menjadi mahir.
Masa sekolah
Masa yang indah
Tak mungkin ada yang kedua
Pengalaman hidup yang berwarna
Rugilah remaja, tak mengalaminya.
Bekasi, 3 September 2017
Nunggak Bayaran
Papan pengumuman terpampang
Nama siswa yang bermasalah
Sekolah tentu berterus terang
Lambat bayaran harus terbuka
Sebentar lagi tanggal muda
Gaji guru darimana?
Andai tak mengandalkan para siswa.
Melihat itu seorang siswa terpojok
Dekat kamar mandi nyender di tembok
Mukanya terlihat murung
Meminta kemana ia bingung.
Enam bulan tak bayaran,
Karena bapaknya jadi pengangguran
Ibunya hanya jual gorengan
Bapaknya korban PHK
Yang umurnya hampir lima dua.
Kerudung putih jadi basah
Karena deras air mata
Ia sudah kelas tiga
Sebulan lagi ujian negara.
Kepada siapa ia meminta
Pada orang tua tak mau cerita
Takut jadi pikiran mereka,
Terpaksa memendam dalam dada
Beban hidup yang di derita.
Wajib belajar sembilan tahun
Tak menjamah anak SMA
Bagaimana nasib mereka?
Yang orang tuanya tak mampu biaya.
Dihapusnya air mata
Sadar tangisan tak selesaikan
Masalah hidup adalah kenyataan
cepat harus diselesaikan
Berbuat cepat yang dia bisa
Agar tetap bertahan sekolah.
Bergegas ia mengambil ransel
Buku dan pulpen cepat dibuntel
Baru keluar gerbang sekolah
Hujan turun basahi tanah
Seperti tahu ada yang berduka
Bajunya basah semua
Karena dia tak punya mantel.
Di jalan dia berpapasan
Di toko besar penjual makanan
Terbesit di dalam pikiran
Untuk melamar pekerjaan.
Sayang nasib tidak memihak
Toko kue karyawannya banyak
Hanya ada lowongan nganter
Pesanan para bos di cluster
Jaraknya sekitar tiga kilometer.
Cepat ia ambil kesempatan
Untuk bekerja antar pesanan
Dibuatlah kesepakatan
Tentang bayaran upah bulanan.
Gaji sudah disepakati
Meski jumlahnya sangat sedih
Karena terpaksa ia terima,
Tiga ratus ribu perbulannya.
Cepat dia pulang ke rumah
Bersalaman pada orang tua
Terlihat gorengan masih tersisa
Dagangan tak kunjung laku juga?
Hatinya terpukul amat derita
Ia tenangkan ibu tercinta
karena telah berusaha
Untuk bantu bayar sekolah.
Ia masuk dalam kamar
Tangisnya meledak-ledak
Hidup terlalu hingar-bingar
Senang sedikit sakitnya banyak.
Pengalaman tadi adalah nyata
Mungkin aku, kamu, atau mereka.
Kita harus mampu merasa
Pada mereka yang tak punya.
Amat berat perjuangan
Siswa-siswa yang kekurangan
Yang terlambat bayaran
Karena terhalang batu kemiskinan.
Jika tak bergetar hati
Melihat kisah ini
Kita harus tanyakan pada diri
Pantaskah kita disebut manusiawi?
Atau justru jiwa kita yang hewani?
Bekasi, 3 September 2017
Pilkada Dan Pendidikan
Pendidikan bagaikan kuda perang
Di dalam politik kehendak menang
Pendidikan dan politik saling menopang
Politik dan pendidikan tak boleh timpang.
Seringkali dalam PILKADA
Demokrasi membentang sayapnya
Politik sering mengutamakan kehendak,
Kehendak segelintir manusia,
yang ambisi berkuasa.
Bagaimana mobilisasi para guru,
Dengan memakai simbol-simbol partai
Dalih penyeragaman dan kepantasan
Guru-guru nurut, polos dan lugu.
Bagaimana diatas mimbar kampanye
Kesadaran disabotase
Janji-janji sejukan hati
Sekolah banyak yang antri,
Biar gedungnya bisa berdiri,
Berharap bisa difasilitasi.
Atau dalih-dalih otonomi
Seragam sekolah disimbolisasi
Warna partai yang berkuasa,
Sekolah ditekan tak leluasa.
Sekarang banyak fenomena,
Calon-calon dalam partai politik
Menggaet suara publik
Dengan cara yang menggelitik.
Ya, jadi pemateri seminar,
Atau jadi tukang bikin kuis
mereka yang jawab dapet dibingkis
Lumayan buat pengganjal lapar.
Pendidikan menjadi manusia bungkuk
Yang dititah lalu mengangguk
Keadaan akan terpuruk
Guru dan siswa ikut menunduk.
Setelah musim PILKADA lewat
Janji jadi obrolan curhat
Sering jadi populisasi alat
Yang dipakai hanya jika darurat.
Masyarakat, guru, siswa harus teliti
Pendidikan, haram dipolitisasi!
Kalau mau pendidikan bersih
Tentu harus mawas diri,
Semoga ini tak terjadi,
Di tempat anak kita dipercayai.
Bekasi, 3 September 2017
Guru Versus Siswa
Aku dengar kabar di televisi
Di koran-koran ramai kabarkan
Tentang terjadinya perselisihan.
Guru dengan orang tua
Tentang aduan para siswa,
Yang merasa dipukul gurunya.
Hak Asasi Manusia kata mereka
Siswa harus diperlakukan layaknya manusia
Guru tak boleh tak beretika
Bagai mengahadapi napi di penjara.
Siswa yang nakal ikut gembira
Baginya bisa jadi senjata
Membenarkan tindak durhaka
Melawan guru? Ah boleh saja.
Orang tua yang lebay pada anaknya
Ikut ramai membela
Anak-anak mereka sering durhaka,
Bagi mereka guru tetaplah salah.
Aku tertawa
Melihat fenomena
Yang tak pernah ada
Saat sekolah SMA.
Jaman ini memang gila,
Guru yang gajinya tak seberapa
Terlalu banyak memikul beban,
Belum lagi bayar kontrakan,
Guru muda bakal cepat beruban.
Seandainya populasi guru berkurang
Mau bagaimana meminta jalan terang?
Guru adalah utusan Tuhan tak bergelar
Penerus Nabi tanpa makelar
Presiden tak pernah ada,
Juga Negara,
Jika mereka tak dicipta.
Mengapa Hak Asasi Manusia
Menjadi pisau para pengabdi
Bukan mereka yang korupsi
Jelas melawan hukum yang ada.
Korupsi adalah musuh sejati,
Musuh nyata Hak Asasi
Bukan para guru yang mengabdi,
Sekuat hati beramal untuk Negeri.
Guru, salahmu adalah benar
Meski tak baik.
Benarmu menjadi salah,
Bagi mereka,
Yang tak mendidik anaknya
Tentang etika.
Bagi para orang tua,
Sadarlah!
Bahwa guru bukan musuh bersama!
Bekasi, 3 September 2017
Sejarah Tragis Pendidikan
Pendidikan membadut
Banyak guru merungut
Ketakutan menggunung
Aku melihat murung
Diudara yang tersemai
Tak bisa dilerai
Guru-guru tercedarai
Kita kualat dan ternodai
Disana,
Pak Rahman hampir dipenjara
Pak Saepudin bernasib sama
Parahnya!
Bu Nurmayani dipenjara
Pak Arsal tak jauh beda.
Bapak Hakim yang bijaksana,
Mengapa keadilan marah
Pada pahlawan bangsa
Kebenaran meludahi guru kita.
Jeruji besi menangis jadi saksi
Karena menyikat yang bukan sasaran
Kezaliman bagai srigala yang keji
Sinar surya ditutup pekat awan.
Akal budi kita dikutuk dewa
Hati kita panas bak neraka
Kejadian ini nyata
Harusnya tak ada dalam sejarah bangsa
Air mata yang jatuh dari mereka
Mengetuk hati penjaga neraka
Sekejam apapun manusia
Takan berani pada gurunya.
Lalu apa itu mereka yang berani?
Biar kau menilai sendiri
Ibu dan bapak guru
Apakah meja dan palu persidangan tak termangu
Melihat kalian menangis tersedu?
Jeruji besi seharusnya tak di sentuh
Karena kalian tak pantas disitu.
Dalam kegelapan dan kegamangan
Doamu menghancur langit kehidupan
Menghancur dosa manusia yang menghalang
Menembus langit ketujuh bersimpuh di Tuhan.
Apa jadinya kelas dan sekolahan
Jika sang guru masuk penjara
Mungkin hanya penitipan
Bagi orang tua yang sibuk bekerja.
Oh guru-guru malang!
Kau memberi pisau untuk mengolah makan
Pisau itu menusuk perutmu
Kau memberi api untuk perangi kegelapan
Api itu membakarmu
Kau mengajarkan hukum, etika, moral dan kebaikan
Hukum itu menjerat lehermu
Kau mengajarkan agama untuk anak manusia
Agama itu jadi senjata
Mereka menembaki badanmu yang tak berdaya!
Air matamu mengasinkan sungai kehidupan
Sungai jernih bernama pendidikan.
Luka batinmu darahnya mengalir
Naik dari samudera disambar petir.
Menyambar manusia raja tega
Yang berupaya buatmu celaka.
Sajak ini ku tulis dengan tinta duka
Dalam kertas amarah
Yang kata-katanya berlumurah darah!
Apakabar para guru narapidana?
Semoga kalian semakin membaja!
Bekasi, 4 September 2017
Guru Muda dan Problema
Masalah utang-piutang
Modus hidup jaman sekarang
Gali-tutup lubang
Biar hidup terus senang
Makan sambal yang pedas
Kadang bikin perut mulas
Hutang piutang itu pantas
Bagi mereka yang tak malas
Yang malas bekerja dilarang
Jika mau parang tak melayang
Penagihnya bermuka garang
Terlambat sehari mesti datang
Gaji guru jaman sekarang
Tak beda dari jaman dulu
Guru sekarang banyak hutang
Dulu pun juga begitu.
Di kota saya yang industri
Ada sepasang suami istri
Pengantin, baru mandiri
Sewa kontrakan berharga tinggi.
Itupun hanya dua petak
Yang keramiknya retak-retak.
Temboknya pada bopak
Genteng juga hampir retak.
Profesi mereka guru honorer
Sekaligus ngajar ekstrakurikuler
Sekalipun hidung meler
Tetap masuk kontrol PR
Gajinya?
O, jangan ditanya
Pokoknya Luarbiasa
Cukuplah buat beli bala-bala berikut sambalnya
Banyak guru bersusah payah
Yang berusaha pengin kaya
Impian jadi abdi negara
Yang pelicinnya puluhan juta.
Karena mereka guru muda
Idealismenya masih membara
Takut-takut gak berkah
Meski utang dimana-mana
Tiga ratus ribu rupiah
Berapa jika dikali dua
Eh jangan keras-keras jawabnya
Gengsi dong sama tetangga.
Gaji segitu coba dijumlah
Bayar kontrakan lima ratus ribu rupiah
Makan dan bensin berapa banyaknya
Ah pokoknya banyak dah.
Lalu harus kemana lagi
Supaya hidup tercukupi
Bang keliling menari-nari
Mampir di rumah untuk bikin janji.
Dengan tempo sebulan
Pinjaman satu jutaan
Ini bakal jadi pikiran
Yang penting seminggu ke depan bisa makan
Tiba saatnya menagih janji
Bikin pusing si suami
Si istri coba kuatkan hati
Heh, dunia tak seindah FTV
Akhirnya ambil keputusan
Untuk kabur dari kontrakan
Biarlah berbuat kesalahan
Toh Tuhan pasti beri ampunan.
Masihkah ada dalam kenyataan?
Sajak yang ada dalam pikiran
Ini bukan sindiran
Mudah-mudahan bisa bikin tertawaan.
Bekasi, 4 September 2017
Titip Anak
Hei bapak sekolah, Aku titip anakku
Jangan kuatir dengan kantongmu
Ku isi sakumu sampai penuh
Kalau perlu ku transfer rekeningmu.
Hei, Bapak dan Ibu guru
Ajarkan anakku semua Ilmu
Biar dia jadi sukses seperti bapaknya
Kelak dewasa pasti banyak harta.
Aku mau berangkat ngantor
Tepat waktu tak boleh molor,
Istriku juga jadi mandor
Di toko jual traktor.
Hahahaha.
Kita berdua orang kaya
Gak sempet ngurusi anak
Di rumah ada si Dija
Yang sudah ngurusi masak.
Begini tingkah manusia modern,
Anak sendiri dilarang kangen,
Waktu bikin, kasur sampe rusak
Pas keluar, anak dibentak-bentak.
Pantas generasi makin rusak
Anak manusia bukan anak kucing
Waktu bikin teriak-teriak
Pas lahir ditinggal bapak.
Giliran anak nakal, marah-marah
Sama bapak ibu guru di sekolah
Memang ini tempat nitip anak?
Yang bisa ngurus dari makan sampai berak.
Lucu kan pendidikan?
Anak jadi tak mau salaman
Tak kenal dengan orang tua
Pendidikan itu hanya membantu dewasa.
Tanggung jawab pertama ada di rumah
Segala tingkah laku dan akhlak mulia
Sekolah dan guru mendukung juga
Tapi orang tua tanggung jawab pula.
Hei orang tua, yang supersibuk kerja !
Memang kalau mati bawa harta?
Ngajari anak itu hal utama
Biar bisa ucap lafal-lafal do'a.
Kejadian ini sudah banyak
sekolah hanya untuk titip anak
Kalau salah buat apa ngelak
Inikan biar gak terjebak.
Orang bijak berkata:
Anak adalah hiasan mata
Pelengkap hidup kita
Jagalah sampai kelak ia dewasa
Agar ia berakhlak mulia.
Bekasi, 4 September 2017
Pesantren Dan Perjuangan Pergerakan Bangsa
Penindasan!
Penjajahan!
Subur di Tanah Nusantara
Berabad luka-luka menjadi lautan berdarah
Bau pemerasan dan perbudakan anyir ditelinga
Pekik kelaparan mengundang izrail turun ke dunia
Peperangan dan Kuasa menjadi tontonan umat manusia
Setan dan Iblis keasyikan atas sukses kerjanya.
Sejarah harus lantang berkata
Pesantren jadi basis perlawanan bangsa
Kiai keluar masuk penjara dan disiksa
Santri geram berganti muka
Menjadi pasukan bala tentara.
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Teriak urat leher mengusik mimpi penjajah
Kaum sarungan dan para ajengan membakar amarah
Menyemai propaganda jihad bersama!
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Meraung bagaikan harimau kelaparan
Kerdil mengecil nyali penjajah
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Sekali dzikir guntur menyambar bumi terbelah
Kepada kiai bahaya merunduk pasrah
Bom dan Senapan disulap tak bersuara
meski jatuh tak punya daya bahaya
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Santri semua kebal senjata
Karomah kiai menempel di dada
Ketakutan kini menjadi sirna
Nyali melaut di dalam jiwa.
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Bambu runcing diangkat tinggi-tinggi
Penjajah siap menjemput mati
Nafiri kiamat mendenging diatas bumi
Luluh-lantaklah penjajah di tanah pertiwi.
Islam adalah agama ketauhidan
Tauhid adalah anti persekutuan
Islam adalah agama perdamaian
Perdamaian adalah anti penindasan.
Hubbul wathan minal iman
Ijtihad kiai dalam peperangan
Menjadi api dalam perlawanan
Kolonialisme harus dimusnahkan.
Wahai para pemuda masa kini
Ingatkah perjuangan santri dan kiai
Darah mereka yang suci
Tak takut dijemput mati!
Lihatlah dalam sejarah
Kiai Hasyim Asy'ari dipenjara
Beliau disiksa hingga jarinya patah
Ikhlas menanggung beban derita.
Lihatlah dalam sejarah
Kiai Zaenal Abidin yang perkasa
Berulang kali masuk penjara
Hingga pancungan merenggut nyawa.
Jas Merah
Jas Hijau
Jangan sekali-kali melupa sejarah
Jangan sekali-kali hilangkan jasa ulama.
Bekasi, 5 September 2017
Gaji tak sebesar gajah
Gajiku gak sebesar gajah
Tak sekenyal gajih
Mungkinkah punya gizi?
Kalau diceritain sedih
Kayak kisah di Gaza.
Aku adalah guru agama
Punya istri beranak dua
Punya murid amat nakal
Harus punya tekad tebal
Prinsipku: Ikhlas beramal.
Aku bingung mau nuntut
Urusan uang urusan perut
Lebih enak keluarin kentut
Daripada sakit perut,
Gak ada uang buat urut.
Aku coba ngandelin BOS
yang kluarnya ngempas-ngempos
Sering nunggu sampe tepos
Apa daya gak boleh bolos
Jadi guru haruslah polos.
Aku guru tak mungkin kaya
Kecuali jadi abdi negara
Cuma ngandelin hidup berkah
Biar cepet masuk surga
Bareng sama keluarga.
Ah pusing mikirin duit
Kepala pusing perut melilit
Lari ke WC kebirit-birit
Biar enggak keciprit
Kluarnya morat-marit.
Eh ini humor saja ya
Semua guru punya sifat mulia
Mungkin aku yang hiperbola
Tapi ya apa dikata
Aku hidup punya mata,
Kisah itu mungkin nyata.
Bekasi, 5 September 2017
Guru Dulu Dan Sekarang
Guru jaman tradisional, fenomenal
Guru jaman material, tak terkenal
Kewibawaan terbelah zaman
Kehormatan bersembunyi dibalik kegelapan
Orang sekarang tak perlu itu
Yang penting membuat senyum perut
Kewibawaan dan Kehormatan pun akan mengangguk
Jika rupiah luber dibalik kantong kemeja yang wangi
Jaman dulu guru menjadi konsultan yang mahal
Yang ada di ujung bumi pun akan dikejar
Jaman ini membalik strata bagaikan main koprok
Hasrat uang dan jabatan mengocok nasib
Murid-murid garuk kepala
Apa yang harus ku pelajari?
Sementara perut sang guru keras berbunyi
Guru-guru memang tak salah
sejak dulu selalu iya
Jualan kebenaran sudah tak laku
Guru sekarang makin sengsara
Bagaimana harus mengenalkan Tuhan
Sedang itu tak dibutuhkan
Terpaksa ikutan apa yang ramai diperlukan
Kita harus jadi manusia yang kaya
Atau punya jabatan tinggi
Tak peduli jadi robot atau main korupsi
Yang penting hidup senang perut terisi
Bekasi, 7 September 2017
Memungut Adalah Rejeki
Memungut memang asik
Asal gak ada yang usik
Meski nanti banyak yang purik
Mungkin mereka hanya sirik.
Dalam pendidikan juga banyak
Tradisi mungut berkembangbiak
Kerja dikit untung besar
Asal tak ada yang berkoar.
Tapi hukum tidak memihak
Pada mereka yang punya hak
Mengelabuhi anak-anak
Isi dompet kini terkoyak.
Dengan dalih beli buku
Gak mikir yang gak mampu
Ditukar nilai harian
Nilai tinggi adalah idaman.
Olahraga jadi peluang berharga
Dengan renang atau main bola
Gak hadir pun gak masalah
Yang penting setor masalah sirna.
Bekasi, 7 September 2017
Pendidikan Milik Kita!
Tinggi mencakar wajah langit
Hotel di kotaku tempat menampung pengungsi terhormat
Kuat anti getaran berpondasi paku bumi
Takan roboh dan lapuk dimakan rayap
Ada tanya yang kemudian mampir di telinga
Akan mengapa gedung sekolah yang roboh
Apakah gedung pendidikan dibiarkan menjadi gudang tempat bersarang kelelawar?
Yang lalu jika sudah lapuk roboh dan menjadi tempat keramat?
Jika hotel lebih kokoh dari gedung pendidikan,
Apakah kita tidak takut dikutuk kebenaran
Dikutuk keadilan
Disumpahi kejujuran dan kepolosan
Lapuk gedung pendidikan tak boleh dianggap remeh
Lebih terkenal dari berita ocehan para politikus
Yang punya hobi makan daging sendiri
Pandai bersilat lidah dan melawan kenyataan.
Kita yang jalankan
Kita yang menjadi
Kita yang rasakan
Kita yang miliki
Ya. Pendidikan adalah milik manusia berakal budi!
Bekasi, 7 September 2017
Fenomena Tawuran
Harga diri tak tergantikan
Dalam setiap perseteruan
Darah muda bergerak dengan emosi
Sebab mendasar tauran menjadi tradisi
Ikat pinggang dihias dengan besi
Mereka menyebutnya kepala babi
Dalam tas berisi besi
Tajam dan tumpul lengkap terisi.
Tauran seperti dendam turunan
Ditransfer senior saat masa penataran
Siapa yang tak berani maju akan ditindas
Dibully atau dianggap tak punya identitas.
Pendidikan tak pernah surut
Dari berita yang carutmarut
Berita tauran antar pelajar
Tak jarang nyawa yang diganjar.
Mengapa mereka suka akan kekerasan?
Mungkin karena kehidupan yang tawarkan
Siapa yang kuat akan bertahan
Yang lemah akan musnah terkalahkan.
Bekasi, 8 September 2017
Pendidikan:
Adalah pendewasaan
Adalah perubahan tingkahlaku
Adalah pembiasaan
Adalah pengarahan
Pendidikan:
Adalah pertolongan
Adalah kesosialan
Adalah pemberian
Adalah menanamkan sifat kemanusiaan.
Pendidikan bukan,
Kegiatan pembodohan
Menghilangkan penalaran
Menjalankan perbudakan
Menjadi penindasan.
Pendidikan tidak,
Tebangpilih
Untuk kaum kaya
Yang berharta.
Pendidikan milik kita
Bukan milik:
Penguasa
Partai politik
Golongan pengusaha
Pendidikan merangkul
Anak-anak yang miskin
Yang kehilangan daya hidup
Yang kenyataannya pahit.
Pendidikan adalah pendidikan!
Bekasi, 8 September 2017
Pendidikan dan Etika
Pendidikan menjadi do'a para ibu yang menggumpal di cakrawala
Samudera keringat kaum ayah yang bau mesin, bau lumpur, bau rokok.
Apakah disebut kebahagiaan jika anak mereka menjadi presiden atau pejabat?
Bukan. Bukan disana letak mereka bahagia!
Kebahagiaan bagi Ibu yang doanya membentur langit dunia hanya sederhana
Bagi ayah yang keringatnya berombak tak pernah habis tak jua kesana.
Kebahagiaan bagi keduanya cukuplah mencium tangan setiap ke sekolah
Belajar mengaji untuk bisa mendoakan mereka.
Memijit kepala ibu yang sakit dan membelikan obat di warung sebelah
Bertanya pada ayah setiap pulang kerja, melempar senyum tanda bahagia
Begitu sederhana keinginan orang tua.
Pendidikan jangan sampai kekeringan nilai etika,
Yang sebagian kita menyebut dengan akhlakul karimah
Ialah tingkah yang menyejukan hati dan mata
Itu jadi esensi pendidikan agama.
Mungkin, bagi manusia modern hanya angan belaka
Biar jadi program agar institusi pendidikan ramai terisi
Kita tak kekurangan gedung tinggi, dan kemajuan teknologi
Kita kekosongan jiwa dan isi.
Bekasi, 8 September 2017
Kabarkanlah Kebebasan!
Pendidikan menyala mengunyah gelap kebodohan
Membuka tirai peradaban manusia sepanjang jaman
Pendidikan menyatu bersama kebebasan
Kebebasan ialah kodrat manusia hingga kiamat.
Jangan dilema lagi
Sekali begitu tancap di sanubari
Pendidikan tak boleh jadi alat penindasan
Pendidikan adalah perahu menuju pantai pembebasan
Murid-murid bosan diajarkan menulis dan berhitung
Ajarkan mereka tentang menghadapi kehidupan dan kenyataan
Murid-murid tak boleh diajarkan mengucapkan iya,
Ajarkan mereka untuk berkata, mengapa, apa, bagaimana?
Ruang kelas tak boleh lagi mengisolasi
Mereka jadi mengingkari diri sendiri
Buta akan dunia dan sekelilingnya!
Murid-murid jangan diajarkan jadi pejabat dan hartawan
Tapi ajarkan mereka bagaimana menggamit kuat keadilan, kebenaran dan kejujuran
Jangan dilihatkan jadi pejabat itu terhormat
Sebab kehormatan adalah akibat dari kata manfaat.
Jangan dilihatkan jadi hartawan itu terpandang
Sebab keterpandangan adalah akibat dari cahaya kememberian.
Jika mereka punya impian
Tanamkan sedasar-dasarnya:
Kesuksesan bukanlah milikmu sendirian
Yang hanya berujung pada perilaku menghamburkan.
Ajarkan pula mereka ber-Tuhan
Karena banyak sekali manusia mengaku berTuhan
Tapi mereka menuhankan Harta dan Jabatan!
Tak sedikit yang mengaku berTuhan
Nyatanya mereka bertindak sewenang-wenang seperti Tuhan.
Ber-Tuhan berarti tidak menduakan
Tidak pula menjadikan diri sendiri sebagai Tuhan.
Jelaskan pada mereka,
Bahwa musuh manusia bukan manusia!
Banyak berdenging mengaku memperjuangkan kemanusiaan
tetapi peperangan masih jadi tontonan.
Musuh manusia adalah kebodohan dan kemiskinan!
Biarkan mereka jadi diri mereka sendiri
Mereka adalah manusia merdeka dan bebas
Merdeka berarti tidak mengendalikan diri sendiri
Bebas berarti memilih hidup dengan akal budi dan nurani.
Bekasi, 8 September 2017
Jejak-jejak pergerakan
Prasasti menggores sejarah pergerakan
Pembangkangan kaum Intelektual
Penguasa megap-megap!
Dari dulu kekuasaan adalah roti para Tuhan yang bersifat serakah.
Kaum muda marah berguncanglah singgasana raja
Pergerakan bak api membara!
Menabrak buta seluruh tiranisme,
Demi keadilan dan kebenaran selama-lamanya!
Bagaimana suara orasi menggelegar
Mencabik telinga para penyihir.
Jalan raya menjadi lautan manusia
Manusia yang berteriak atas nama kemanusiaan.
Sempat terbungkam pergerakan
Sebab aturan yang menindas
Berteduh atas nama Normalisasi,
Apagunanya kita berlidah:
Jika lidah kita tak memenggal leher kelaliman.
Apagunanya kita berakal:
Jika akal kita tak menjamah kebenaran dan keadilan?
Apadikata bangkai tetaplah membau
Kegelapan pasti tumbang dengan terang.
Tak ada ruang untuk kegelapan
Kegelapan berani karena rusaknya cahaya.
Menggunung membuncah,
Klimaks!
Reformasi menjadi saksi yang menangis.
Menangis sedih untuk mereka yang mati diperjuangan.
Menangis bangga atas terjamahnya pangkal keadilan.
Lalu sekarang?
Reformasi menjadi euphoria semata.
Banyak yang menjadi buta
Mungkinkah itu kita?
Bekasi, 9 September 2017
Peran Pemuda Untuk Bangsa
Revolusi hanya menjawab dua kata:
Merdeka atau mati!
Penjajahan berbuah dua kata:
Melawan atau tertindas!
Kaum terdidik tak punya rasa takut
Pengasingan, pemenjaraan hingga maut
Mereka tak punya banyak nama,
Mereka satu nama Indonesia
Ya, Indonesia adalah ruh Sukarno
Ruh Mohammad Hatta
Ruh Mohammad Yamin
Ruh Cokroaminoto
Ruh Tan Malaka
Ruh Hasyim Asy'ari
Ruh Ahmad Dahlan
Ruh mereka semua yang mati badannya.
Indonesia adalah Ruh para pejuang bangsa.
Saat semua-muanya disatukan,
Agama-agama menjadi satu panji kibaran
Kibaran merah bermakna semangat
Putih berarti bersih tanpa karat.
Karawang-Bekasi, 09-10 September 2017
Aktivis
Aktivis itu sangar
Apalagi kalau koar-koar
Kalau aksi seringnya bakar-bakar
Indikasi Idealisme yang mengakar
Aktivis gak boleh Baper
Sebab kalau baper: jadi laper
Setelah lapar jadi bingung
kosek kosong, akhirnya luntang-lantung
Aktivis gak boleh mlongo
Kalau melongo jadi bego
Sebab gak punya roko
Lagi-lagi bingung beli bako.
Aktivis seringnya jarang mandi
Boro-boro mau wangi
Bingung mikir tagihan bu haji
Kontrakan udah nunggak lagi.
Aktivis harus pinter
Asal jangan keblinger
Tetep ngebela yang bener
Meskipun perut tetep laper
Aktivis sering banget nunggak
Utangnya di kampus ngebludak
Surat peringatan sampe berserak
Di baca terus setiap mau berak.
Aktivis kudu ngopi
Ngobrolnya Negara dan Ideologi
Ngimpi-ngimpi jadi menteri
Biar bisa mewakili: rakyat susah ekonomi.
Aktivis memang sial
Ngomong bener dianggap pembual
Kecuali mereka yang punya modal
Sendalnya pun dijilat walau kumal
Aktivis cuma takut satu
Dimarahin bini dan pacar baru
Pikirannya jadi galau
Apapun dilakukan meskipun malu
Aktivis kasihan
Derita dianggap kemewahan
Asalkan matinya buat kemanfaatan
Nyawapun dikorbankan
Lihatlah sejarah,
Aktivis berdarah-darah
Demi merebut hak bicara
Yang sempat dibungkam paska enam-lima
Bagi semua yang membaca
Tolong janganlah marah
Sebab ini hiburan belaka
Tapi memang ini nyata
Bekasi, 19 Agustus 2017
Nasib Mahasiswa Hedonis
Tangkrangtongkrong gak puguh lagu
Di kafe, di kampus dimanapun itu
Mahasiswa begini suka hura-hura
Uang jajan habis nameng ke orang tua.
Buat apa omong-omong negara
Atau bicara kemiskinan kota
Yang penting dandanan trendi
Dompet dan rekening padat terisi.
Hape selalu gontaganti
Kendaraan di modifikasi
O, ini mahasiswa atau tante girang?
Kok sukanya cuma senangsenang?
Tugas kuliah sering disulap
Sewa teman yang otaknya cakap
Tinggal kasih uang pelicin
Yang penting punya predikat rajin.
Saat Jam kuliah habis
waktunya jalan sama gadisgadis
Siapa yang tak mau sama saya?
Uang ditambah kata-kata, modal utama.
Tak terasa sudah semster akhir
Kuliah akan segera berakhir
Nyusun skripsi sudah terencana
Karya Ilmiah syarat jadi sarjana.
Karena otak kebanyakan kafein
Juga makanan yang bermecin
Pikiran mirip oplet tua
Panas sedikit ngebul kepala.
Ah buat apa susah
Jaman sekarang banyak tersedia
Untuk kita yang tak punya waktu
Mubajir uang untuk beli buku.
Tinggal pesan selesailah sudah
Terbayangbayang jadi sarjana
Sebentar lagi jadi nyata
Dunia memang mudah buat kita yang kayaraya.
Uji skripsi tinggal sehari
Sedang konsep belum dihafali
Mata melotot untuk paksa otak
Baca dikit tidurnya banyak.
Pagi sidang telah datang
Alarm handphone bunyinya lantang
Karena semalam tidur larut
Kesiangan jadi kalut
Bergegas mandi dan rapirapi
Siap untuk sidang skripsi
Bersiap untuk uji diri
Pakaian pun harus rapi.
Dasar alam tak memihak
Gelas kopi kencang kesepak
Buku skripsi jadi basah
Warnanya jadi coklat semua
Dia panik mondarmandir
Masih berserak beling pecahan
Kaki yang malang nasib getir
Ketusuk beling bekas gompalan.
Karena kepusingan dia putus asa
Ambil perban sambil keluar air mata
Semua mimpi jadi bencana
Kenyataan pahit sepahit kopi amerika.
Malam ini dia meratap
Uang jajan bisa lenyap
Kena marah orang tua
isi dompet bisa maya.
Bekasi, 11 September 2017
MAHASISWA KOSAN
Ini kisah hidup mahasiswa
Yang hidup jauh dari orang tua
Yang sadar bukan orang punya
Cukup niat dan bekal yang tak banyak.
Falsafahnya bajuku bajumu
Hidup di kosan saling membahu
Meski makan telor melulu
asal bareng cukuplah itu.
Sulit lagi jika pailit
Lambung perut terasa melilit
Ketemu nasi cuma sekali
Itupun kalau ada yang kasih.
Gak kerasa sudah jatuh tempo
Ibu kosan menagih janji
Dengan apa harus tepati
Karena sama belum punya gaji.
Disusunlah misi-misi
Cari utang sana-sini
sama teman yang banyak uang
Bisa bikin hati tenang.
Ini adalah kisah kita
Mahasiswa yang tak kaya
tak tau harus bagaimana
Mudah-mudahan hari esok bahagia.
Bekasi, 11 September 2017
Tri Dharma Perguruan Tinggi
Semoga semua mahasiswa
Melaksanakan Tridarma
Tanpa prinsip yang tiga
Tak tercerahkan kita.
Pendidikan dan penelitian
Hasilnya untuk diamalkan
Pengabdian bentuk kesyukuran
Kelebihan ilmu yang didapatkan.
Jika hanya sukses sendiri
Fungsi sebagai manusia mati
Terus menumpuk makanan
Apa beda dengan binatang hutan?
Bekasi, 11 September 2017
Karyawan Kontrak
Jaman sekarang hanya lulus SLTA
Akan tersingkir hidup di kota
Di tanah subur Industri
Kertas sarjana diformalisasi.
Aku harus bekerja cari uang
Demi mengejar hidup senang
Waktu libur jangan dibiarkan
Tambah pendidikan di kuliahan.
Harapan semoga bisa naik jabatan
Masa, sudah hidup diperantauan
Tempat tidur sewa kontrakan
Hanya jadi operator yayasan?
Biar ku korbankan
Badan habis tinggal tulang
Setelah lima hari dipekerjakan
Otak dikebut hingga petang.
Ijazahku nanti akan ku promosikan
Semoga bisa ada perubahan
Jangan terus jadi operator
Seragam bau oli dan cepat kotor.
Cuma lulus SLTA nasibku terlunta
Paling, jadi karyawan kontrak
Kontrak lagi sampai tiga kali
Seterusnya? Ya kontrak lagi.
Mungkin, kalau sarjana
Pribadi jadi berharga
Bisa jadi leader atau supervisor
Yang kerjanya bisa sambil molor.
Bekasi, 12 September 2017
Dosen Bahasa
Bahaya, bahaya!
Si pria tua akan masuk kelas kita,
Dosen pengampu bahasa
Dia sering berkata:
Kamu kan sudah sering belajar bahasa,
Jadi bapak gak usah banyak bicara,
Masuk kelas sebulan sekali saja
Tinggal UTS dan UAS selesai perkara.
Ku dengar dari temanku
Dia padat jam terbangnya
Dia jadi dosen nomor satu
di kampus milik negara.
Aku bilang pada temanku:
Mungkin kampus kita jadi yang kedua
Bisa jadi yang terlupa,
Karena banyak mahasiswa tak punya
Bayarnya juga di bawah ratarata.
Lebih enak jadi dosen di kampus besar
Semua mahasiswa harus berbayar
Bayaran tak boleh telat
Jangan coba menghelat!
Kita nuruti saja
Nurut dosen kan bisa berkah
serap ilmu akan mudah
Meskipun kita jarang mendengar mulutnya berkata.
Bekasi, 12 September 2017
Derita Mahasiswa Gondrong
Rambutku terurai ikal menjuntai
Sampai bahu belakang tersentuh
Sewaktu ku kuncir agak tak tercerai
Orang bilang aku kumuh.
Dosenku selalu tak suka
Dengan penampilan apaadanya
Katanya kurang sopan
Mirip tampilan anak jalanan.
Aku bertanya:
Apa hubungan kesopanan dan rambutku?
Bukankah kesopanan adalah perilaku
Bukan tampilan yang menipu
Kerapihan baik, namun membius mata.
Bukankah yang korupsi itu rapih?
Yang teroris juga rapih
Mungkin karena preman tidak rapih
Aku pantas disandingkan dengan ini?
Aku rasa preman tak pernah korupsi
Preman itu perilaku, kataku.
Preman bukan yang diluar diri
Setiap laku yang buruk pantaslah dikata itu.
Teman perempuan juga sama,
Rambut gondrong udah gak jaman
Gak bakal ada yang cinta
Perempuan suka kerapihan.
Oh ya? Apa benar adanya?
Apa kerapihan adalah jaminan ketampanan?
Kaum gondrong adalah kaum idealis-estetis
Teguh prinsip sesekali juga romantis.
Biar rambutku jadi pertanda
Jadi bukti dan saksi nyata
Yang gondrong bukan penjahat atau mafia
Tapi tetap berhati halus dan lembut juga.
Bekasi, 12 September 2017
Sarjana Gagap
Temanku sudah wisuda
Setelah belajar empat tahun lamanya
Lulus bergelar sarjana cumlaude
Kuliah tak pernah membelot.
Banggalah orang tua
Foto sarjana dipajang di beranda
Rumah orang tua yang sederhana
Dilihat setiap mata tetangga.
Karena biasa ngoceh bahasa ilmiah
Orang sekitar tak ada yang faham
Dia fikir orang akan suka
Ternyata justru malah geram.
Diminta tolong bermasyarakat
Juga dimintai pendapat
Tapi dia selalu tak setuju
Ia anggap semua tetangga dungu.
Dia lupa akan pengabdian
Nilai-nilai kesederhanaan
Masyarakat tak butuh kata ilmiah
Yang penting terlaksananya katakata.
Aku sering dengar curhatnya
Katanya, kok masyarakat malah membenci?
Padahal di kuliahan selalu nyatet
Tak ada satu matakuliah yang meleset.
Masyarakat hanya tahu sarjana
Harus bisa segalagalanya
Meski bukan jurusannya
Pokoknya, sarjana, ya serbabisa.
Dia bilang: aku jadi gagap
Sering dia pikir waktu terlelap
Kenapa jadi tak berguna
Semua ilmu yang dia punya?
Banyakkah mahasiswa begini?
Karena belajar jauh lupa diri
kampung sendiri dilupakan
Padahal disanalah ia akan cari makan.
Tak guna gelar di belakang nama
Kalau tak memajukan daerahnya
Kurang resapi Tridharma
Sebagai Ruh dasar mahasiswa.
Bekasi, 13 September 2017
Percintaan di Bangku Kuliah
Amat senang jadi mahasiswa
Pikiran bebas melayang di cakrawala
Saat indah waktu bercinta
Tempat kuliah terasa surga.
Serasa sering dilema
Mau belajar atau pacaran?
Buku tak pernah dibaca
asal bisa terus berduaan.
Tak jarang banyak yang kebobolan
Berakhir di perkawinan
Karena pacaran sering gelapgelapan
Ya di D.O sama pihak perguruan.
Mahasiswa suka berlebihan
Romantisme yang kelewatan
Pacaran jadi rutinan
Kuliah sering berantakan.
Ada lagi yang lebih lucu
Aku lihat mahasiswa disitu
Selesai KKN bukan bawa pengalaman
Malah minta diadakan pernikahan.
Kuliah bukan hanya mendapat gelar katanya
Sambilan bawa teman berumah tangga
Walaupun penghasilan tak ada,
Ah kan kita bisa makan cinta.
Bekasi, 13 September 2017
Tawuran?
Tawuran jadi tradisi
Pelajar cari eksistensi
Mereka kepingin cari perhatian
Karena di kelas jadi bahan tertawaan.
Bermodal benda tajam
Benda tumpul juga tak dilupakan
Seragam dan baju penuh coretan
Dengan wajah yang penuh geram.
Tawuran masalah psikis
Akibat pertumbuhan biologis
Pencarian jati diri,
Meski bahaya, mereka happy.
Takan ada yang mampu mendamaikan
Kecuali arena yang dipindahkan
Di jalan bukan tempat uji keberanian
Pantasnya mereka berlatih kemiliteran.
Problem tawuran masalah pendidikan
Belum ada yang mampu menghilangkan
Menteri dan dinas pendidikan
Terlalu banyak urus jam pelajaran.
Kapankah kebiasaan tawuran hilang
Puluhan tahun selalu datang
Berita tentang kebrutalan
Pelajar kita butuh perhatian.
Bekasi, 13 September 2017
MAHASISWA DAN POLITIK
Mahasiswa memang pandai berpolitik
Sesekali menari dengan politik
Sesekali dicampakkan
Sesekali dipermainkan.
Hidup di kampus sama dengan di Negara
Negara yang politisinya kaum organisator
Negara kebebasan namanya
Mereka mahasiswa yang kesohor.
Mahasiswa anti politik kotor
Kecuali yang terlanjur kotor
Main-main di kantor
Biar dompet gak kondor.
Politik menjadikan mahasiswa kritis
Banyak juga yang jadi pragmatis
Terjerumus jabatan
Jadi The Man Behind The Gun.
Demo ramai diberitakan
Dalam sejarah politik yang belum mapan
Yang mendemo sekarang duduk
Boroboro giras, malah nglumpruk.
Memang lucu kaum Intelektual
Kadang mereka berspirit marjinal
Besok mereka sudah pandai membual
Aku hanya lihat sambil mualmual.
Dengan dalih pengin rubah sistem
Lingkaran setan yang pakem
Sangkaku: apa untuk meluruskan kesalahan
Kita harus berbuat kesalahan?
Dilanda dilema mahasiswa
Andai tak jadi pejabat,
Jadi teknokrat dan demokrat
Eksistensi bisa sekarat.
Yang Idealis paling hanya jadi tukang tulis
Berteman buku-buku dan komputer
Rekening sungguh miris
Ya itulah mereka yang pinter.
Yang pinter akan dikuasai yang kuasa
Yang jadi pejabat daerah dan negara
Inilah sekularnya nasib hidup mereka
Perpisahan antara idealis dan pragmatis.
Aku mungkin juga akan tumbang
Jika saja tak punya uang
Semoga Tuhan menjaga
Jiwa yang tak pantas masuk surga.
Biarlah aku jadi orang susah
Biar dikuburan gak banyak ditanya
Untuk apa digunakan harta
Menindas atau berderma?
Bekasi, 14 September 2017
SURAT PERINGATAN
Plak,
Di depan meja tergeletak
Sebuah amplop berisi surat
Waktunya tiba tagihan kifarat.
Dibuka suratnya pelan
ternyata surat peringatan
Sudah hampir enam bulan
Bayar kuliah tak terlunaskan.
Si anu mukanya pucat
SP tiga tanda akan dipecat
Dunia serasa mau kiamat
Alasan apa lagi yang harus dicatat.
Untuk membayar berat rasanya
Orang tuanya hanya tukang bangunan
Tagihan hampir sepuluh jutaan
Ditambah iuran KKN dan wisuda.
Jalan ini memang pahit
Bagi mahasiswa tak berduit
Bekerja hanya cukup untuk makan
Belum lagi kontrakan dan beli peralatan.
Gumamnya dalam dada,
Saat putuskan berhenti kuliah
Mengapa sarjana belum gratis?
atau takut orang jadi apatis?
Padahal uang negara habis disana,
Para koruptor yang dipenjara
Uang Trilyunan rupiah
Bisalah untuk gratiskan para sarjana!
Buat apa Negara ini kaya alamnya
Jika tak ada yang mengelola
Pendidikan masih pilih-pilih manusia
Si kaya selalu menang melawan nasib buruknya.
Kita?
Bekasi, 14 September 2017
YANG TUA PUN JADI MAHASISWA
Seorang istri berkata pada sang suami:
Pak, bapak sudah kepala empat
Kerja sering berpindah tempat
Sampai sekarang belum naik tingkat.
Coba bapak kuliah lagi,
Mudah-mudahan bisa naik gaji.
Suami membalas dorongan sang istri:
Baik bu, akan bapak coba
Walaupun umur sudah agak tua
Untuk belajar tak ada beda
Muda tua sama saja.
Banyak dilihat mahasiswa
Yang tua dan berkeluarga
Orientasinya agak berbeda
Tak seperti yang lain, yang muda.
Di kota tlah jadi biasa
Sudah tua masih kuliah
Demi mengejar hidup sejahtera
Membaik hidup dengan ijazah.
Sarjana bak cita-cita
Naik jabatan di tempat kerja
Mengangkat hidup untuk bahagia
Pendidikan itu tak kenal usia
Hingga badan tak lagi bernyawa.
Bekasi, 14 September 2017
ORASI WISUDA
Tahukah kamu kebahagiaan bagi mahasiswa?
Selain dari kebebasan pikiran dan bercinta,
Ialah saat-saat wisuda
Saat dimana semua topi dan jubah disamarata.
Semakin panjanglah nama
Embel-embel yang suatu saat tak berguna
Karena tak ada kesempatan kerja
Gelar itu hanya jadi pajangan belaka.
Siapa yang tak bangga jadi wisudawan terbaik?
Bak bupati yang baru dilantik
Berpidato dengan heroik
Lepas semua beban yang mencekik.
Meledak tangis orang tua
Siapa sangka si fulan jadi yang pertama
Orang tuanya hanya tau dia anak yang nakal
Sewaktu sekolah dandanan kumal.
Berkatalah si fulan diatas podium:
Sesungguhnya saya ini bukan orang yang terbaik
Saya hanya tertular menjadi baik
Sebab berkumpul dengan para guru yang baik
Sahabat-sahabat yang asik
Dan tentu atas doa orang tua saya yang naik
Naik membentur langit ketujuh
Dengan air mata serta jiwa yang meluluh
Membuat Tuhan mengabulkan utuh
Itulah doa Bapak dan Ibu.
Diangkat tangannya sambil meneruskan perkataan:
Gelar sarjana bukanlah kebanggaan
Justru menjadi sebuah pertanggung jawaban
Untuk apa kita cerdas dikelas jika nanti tak berguna bagi kaum lemah?
Dan untuk apa gelar sarjana hanya untuk memperkaya menumpuk harta?
Bandung, 15 September 2017
Ayam Kampus
Ayam bakar memang lezat
Ayam sayur sama nikmat
Ayam goreng bikin gak kuat
Perut lapar maksa disikat.
Tapi itu nikmat biasa
Banyak ditemukan dimanamana
Di jalan dalam rumah makan
Dengan harga sepuluh ribuan.
Ayam yang ini sangat berbeda
Bisa belajar dan bicara
Pahanya, wah luar biasa
Bikin anu merangsang juga.
Ayam ini bisa bicara
Disentuh dia mendesah
Ayam ini kurang biaya
Untuk kuliah dan beli barang berharga.
Ayam kampus sangat multifungsi
Dipakai sebagai pengganti istri
Lelaki berwarna zebra
Hidung belang gelarnya.
Aku gak ngerti kenapa mereka mau
Mungkin karena berawal terpaksa
Kelamaan enak juga
Bayar kuliah lancar, terbelilah barang berharga.
Mereka adalah orang terdidik
masuk kedalam jurang pragmatik
Mahasiswi cantikcantik
Bikin si om sering mendelik.
Si om punya Iman
Tapi kalah sama si imin
Karena si iman gak kelihatan
Si imin mengangguk gak karuan.
Bekasi, 15 September 2017
Perbaikan Nilai
Merayu mahasiswi tingkat akhir
Pada dosen lelaki setengah tua
Nilai jelek bukan takdir
Ingin bagus nilai IPK hubungi dosen solusinya.
Curhat mahasiswi:
Akan saya lakukan apa pun yang bapak ingini
Asal jangan jual diri,
Kan bapak tahu sekarang ini,
Ijazah laku sekali
Dengan nilai tinggi
Saya bisa mudah mencari nasi.
Bekasi, 15 September 2017
PACARAN
Tingkah polah anak sekolah
Makin kesini makin geleng kepala
Pacaran jadi kebanggaan
Belajar dinomorduakan.
Aku pernah punya teman,
Temanku punya teman
Temannya temanku punya teman
Temannya temanku temannya punya teman
Pacaran suka gelap-gelapan
Hampir tiap malam mingguan
Eh setelah satu bulan
Pacarnya bulan ini gak datang bulan.
Hamil duluan
Dia kebingungan
Ingin gugurkan kandungan
Dosa? Ah persetan, yang penting gak ketahuan.
Gugurlah si janin
Pacarnya habis diperawanin
Masih tega dia putusin
Gak mau dikawinin.
Akhirnya dilaporkan polisi
Dengan tuduhan mencuri
Mencuri perawan suci
Mendekam dia di jeruji besi.
Bekasi, 15 September 2017
0 Comments