Menurut Bapak Dr. H. Karyoto Wiro Santoso
Beberapa bulan yang lalu, waktu itu saya sering 'menjadi supir' batangan, bapak Ketua STAI Haji Agus Salim Cikarang, untuk keperluan beliau menyelesaikan Pendidikan Doktoralnya di salah satu Universitas Islam Negeri yang ada di Bandung. Sebut saja Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati. Saya mengantar beliau dari kediamannya (Cikarang) sampai kampus UIN dan sebaliknya. Tentu pengalaman ini, menjadi sebuah kehormatan bagi saya bisa 'mengabdi' pada Guru/Dosen saya sendiri.
Singkat cerita.
waktu itu, beliau dan saya, berbincang-bincang seperti biasa, tentang pengalaman beliau, atau tentang segala hal yang masih mengganjal di hati saya, saya tanyakan kepada beliau.
Kebetulan, perbincangan sampai kepada ayat Al-Quran tentang QS Ibrohim Ayat 7 yang berbunyi:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Ada hal yang menurut saya menarik dan bermakna bagi saya. Perlu di ketahui perbincangan ini memang awalnya dibuka dengan pengalaman beliau (proses) menempuh pendidikan dari S1-S3 dengan segala kesulitan, dan problem-problem yang menurut saya, saya tidak ada apa-apanya ketimbang beliau. Perjuangan beliau dalam menempuh pendidikan sangatlah berat. Dari mulai dagangan asongan, sampai dagangan kue (disebut kue gemplong), hanya untuk berjuang menyelesaikan pendidikan demi mengangkat martabat dan derajat beliau dan keluarga.
Yang menariknya, saat beliau mendapatkan "inspirasi" di depan pos ronda ketika mendengar ceramah seorang ustadz tentang ayat yang disebut diatas. Kemudian beliau melakukan 'kontemplasi' yang mengkristalkan makna ayat ini.
Beliau mulai menjabarkan definisinya, yang pertama tentang 'bersyukur'.
Bersyukur menurut beliau bukan seperti yang dilakukan orang banyak.
"Menurut gua jar, bersyukur itu bukan seperti yang dilakukan banyak orang"
"Bukan syukuran, atau sedekahan, kaya orang-orang!"
Begitu ia berucap dengan gaya santainya (low profile).
Disitu, saya mulai memperhatikan apa yang akan selanjutnya diucapkan. Bagi saya pembicaraan ini baru.
" Bagi Gua, bersyukur itu kalau kita manusia, udah bisa memanfaatkan akal yang Allah kaga kasih sama makhluknya yang lain, selain manusia"
Begitu pernyataannya dengan makna kebersyukuran. Beliau menambahkan lagi tentang caranya.
"Nah, caranya apa, ya harus punya pendidikan.. harus selesai pendidikan sampai jenjang terakhir (S3)" katanya dengan wajah optimis.
Dengan begitu beliau menyimpulkan kesyukuran ialah optimalisasi nikmat akal, dengan cara mengenyam pendidikan sampai jenjang akhir. Tidak berhenti sampai disitu pembahasan kita pada waktu itu. Beliau juga memberikan definisinya tentang "Adzab" yang dimaksud dalam surat yang termaktub diatas.
"Bagi gua, adzab bukan neraka, bukan bencana atau bencana alam yang menimpa manusia... Adzab yang susungguhnya itu, Kemiskinan dan Kebodohan" begitu katanya menambah penjelasan tentang sebab-akibat yang beliau jelaskan dimakna kesyukuran.
"Kenapa ada orang yang jadi miskin dan bodoh?!".
Ditanya begitu saya diam dan menambah perhatian saya. Saya tahu ini bukan pertanyaan dalam arti sebenarnya, pertanyaan seperti ini berfungsi untuk menambah 'perhatian' dari lawan bicara. Betul saja. Akhirnya beliau pun meneruskan dan menjawab sendiri pertanyaan yang beliau lontarkan ke saya.
"Jawabannya, karena mereka tidak mengoptimalkan akal yang sudah dikasih Allah dan gak mau berkorban buat menempuh pendidikan"
Sambil menghisap rokok mild di tangannya, dan kaki satu naik ke atas tempat duduk (jok) mobil yang beliau duduki.
Saya hanya mengangguk kepala sambil merenungkan apa yang beliau katakan. Ternyata memang saya meyakini betul yang dikatakan beliau. Manusia memang harus bersyukur dengan nikmat akal yang Allah berikan dengan jalan pendidikan agar terhindar dari adzab 'kemiskinan dan kebodohan'.
Tak terasa, mobil yang aku bawa waktu itu telah sampai purwakarta, waktu kita membuka dialog diatas, mobil masih berada di bandung.
Dari perjalanan ini saya banyak sekali belajar dari beliau. Tentang 2 makna kata itu. Bersyukur dan Adzab.
Semoga kita bisa belajar. Amin
Bekasi, 30 Juli 2017
Catatan Pribadi: Fajar Chaidir Qurrota A'yun
Pelajar PAI Reguler 7 STAI Haji Agus Salim Cikarang
0 Comments